Harga Kelapa Parut Meroket Jelang Ramadan: Pasokan Menipis Akibat Ekspor dan Jarak Tempuh

Harga Kelapa Parut Meroket Jelang Ramadan: Pasokan Menipis Akibat Ekspor dan Jarak Tempuh

Kenaikan harga kelapa parut menjadi sorotan utama di berbagai pasar tradisional menjelang bulan Ramadan. Lonjakan harga yang signifikan ini, mencapai dua kali lipat dari harga normal, membebani konsumen dan pedagang kecil. Harga kelapa parut yang sebelumnya berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per butir, kini melonjak menjadi Rp 20.000 hingga Rp 25.000 per butir.

Usin, seorang pedagang kelapa parut di Pasar Rawa Bebek, Bekasi Barat, mengungkapkan bahwa kenaikan harga ini mulai terasa sejak awal tahun dan mencapai puncaknya menjelang bulan puasa. Kelangkaan pasokan menjadi penyebab utama, di mana harga dari pemasok pun sudah tinggi.

"Lagi susah barangnya. Emang dari bandar emang lagi susah, dari petaninya katanya juga susah," ujar Usin.

Kelangkaan pasokan ini tidak hanya berdampak pada kenaikan harga, tetapi juga pengurangan kuota kelapa parut yang bisa diperoleh pedagang dari pemasok. Usin yang biasanya mendapatkan 100 butir per hari, kini hanya mampu memperoleh 80 butir.

Senada dengan Usin, Deden, pedagang kelapa parut di Pasar Klender SS, juga mengeluhkan tingginya harga bahan baku santan akibat kelangkaan pasokan. Kondisi ini semakin terasa menjelang bulan Ramadan.

"Harga naik ya karena memang lagi langka. Kalau saya kan biasa ngambil dari dua bandar, pemasoknya lah, itu sama emang lagi langka. Kelangkaan sebelum bulan puasa lah," kata Deden.

Menurut Deden, salah satu penyebab kelangkaan ini adalah tingginya volume ekspor kelapa parut ke luar negeri. Hal ini menyebabkan berkurangnya jumlah bahan baku yang beredar di pasar domestik.

Johari, pedagang kelapa parut lain di Pasar Klender SS, menambahkan bahwa harga ekspor yang tinggi membuat banyak petani lebih memilih menjual kelapa mereka ke luar negeri.

"Banyak yang diekspor, itu juga dijualnya per kilogram, bukan per butir. Kalau dari yang saya dengar itu kelapa yang masih ada serabutnya saja, yang belum dikupas kaya gini ya, itu Rp 6.500 per kilogram. Itu satu butir gini saja bisa dua kilograman, sudah Rp 13.000 tuh," jelas Johari.

Kondisi ini menyebabkan pasokan dari produsen ke pemasok pasar semakin menipis. Untuk memenuhi permintaan pasar, pemasok terpaksa mencari kelapa dari wilayah yang lebih jauh, yang berdampak pada kenaikan biaya transportasi dan harga jual.

"Dulu kita ambil berapa juga ada kelapanya, sekarang kita minta dikirimi se-mobil juga biasanya sehari jalan, di sana seminggu dulu putar-putar cari kelapa. Karena di sana juga nggak ada barangnya," ungkap Johari.

"Sekarang mereka ambil barang sudah sampai Sulawesi. Kan jadi lebih jauh tuh dari biasanya yang dari Lampung, Lembang, Jambi tadi kan. Ongkos kirimnya jadi naik kan, ya ke sininya harga juga jadi mahal," imbuhnya.

Faktor-faktor Penyebab Kenaikan Harga Kelapa Parut:

  • Kelangkaan Pasokan: Penurunan jumlah kelapa yang tersedia di pasar.
  • Ekspor Tinggi: Volume ekspor kelapa parut yang besar mengurangi pasokan domestik.
  • Harga Ekspor Menggiurkan: Petani lebih memilih menjual ke luar negeri karena harga yang lebih tinggi.
  • Jarak Tempuh: Pemasok harus mencari kelapa dari wilayah yang lebih jauh, meningkatkan biaya transportasi.
  • Permintaan Tinggi: Peningkatan permintaan kelapa parut menjelang Ramadan.

Kenaikan harga kelapa parut ini menjadi perhatian serius, terutama bagi masyarakat yang mengandalkan bahan baku ini untuk kebutuhan sehari-hari dan persiapan hidangan Ramadan. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan dapat segera mencari solusi untuk mengatasi kelangkaan pasokan dan menstabilkan harga kelapa parut di pasaran.