Impian Listrik di Watu Manggar: Siswa Berjuang dengan Pelita, Menanti Uluran PLN dan Pemerintah

Gelapnya Malam di Watu Manggar: Kisah Perjuangan Siswa NTT Demi Pendidikan

Di jantung Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya di Desa Watu Manggar, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, sebuah ironi masih menggelayuti kehidupan warganya. Di tengah gemerlap kemajuan teknologi dan modernisasi, tiga kampung di desa ini masih terisolasi dari jaringan listrik negara. Kampung Sangka, Londang, dan Paurundang, bagaikan oase di tengah gurun, merindukan sentuhan terang yang dapat mengubah nasib mereka.

Pelita: Sahabat Setia di Kala Gelap

Bagi sebagian besar warga Watu Manggar, malam adalah saat untuk beristirahat, namun tidak bagi para siswa. Mereka harus berjuang melawan kegelapan dengan setia ditemani lampu pelita. Sumber penerangan tradisional ini menjadi satu-satunya harapan untuk menyelesaikan tugas sekolah dan meraih mimpi. Bonefasius Yosdan, seorang warga desa, mengungkapkan betapa lamanya kerinduan akan listrik negara membara di hati mereka. Minyak tanah, bahan bakar utama pelita, kini semakin sulit didapatkan dan harganya pun melambung tinggi, menambah beban hidup masyarakat.

Generator dan Tenaga Surya: Secercah Harapan yang Terbatas

Beberapa warga yang memiliki kemampuan lebih, mencoba mencari solusi alternatif dengan menggunakan generator berbahan bakar solar atau panel tenaga surya. Namun, solusi ini tidaklah ideal. Generator membutuhkan biaya operasional yang tinggi, sementara tenaga surya sangat bergantung pada cuaca. Keterbatasan ini membuat sebagian besar warga tetap harus mengandalkan pelita.

Duka Siswa: Belajar di Bawah Remang Pelita

Dino, seorang siswi SMP di Watu Manggar, dengan suara lirih menceritakan pengalamannya belajar di bawah remang pelita. Ia harus meletakkan lampu pelita tepat di depan wajahnya agar dapat membaca buku dengan jelas. Kondisi ini tentu sangat tidak ideal dan dapat mengganggu kesehatan mata. Namun, semangatnya untuk belajar tak pernah padam. Ia menyadari bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk mengubah nasibnya dan desanya.

Kebutuhan Mendesak: Listrik untuk Sekolah dan Kantor Desa

Tidak hanya rumah warga, fasilitas umum seperti sekolah dan kantor desa juga sangat membutuhkan listrik. Tanpa listrik, proses belajar mengajar menjadi terhambat. Layanan administrasi pun tidak dapat berjalan optimal. Yosdan menegaskan bahwa jarak antara Watu Manggar dengan desa tetangga yang sudah teraliri listrik tidaklah terlalu jauh. Ia berharap pemerintah dan PT PLN dapat segera merealisasikan impian mereka.

Harapan di Tengah Kegelapan

Kerinduan akan listrik negara telah menjadi bagian dari kehidupan warga Watu Manggar. Mereka berharap, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo dan Menteri ESDM, impian mereka akan segera terwujud. Dino, mewakili suara para siswa, menyampaikan permohonan tulus agar pemerintah memperhatikan kondisi mereka dan segera menghadirkan listrik ke desa mereka.

Detail Kondisi yang Memprihatinkan:

  • Infrastruktur Terbatas: Akses terbatas ke energi listrik menghambat kemajuan di berbagai sektor.
  • Keterbatasan Belajar: Siswa kesulitan belajar di malam hari karena keterbatasan penerangan.
  • Ekonomi Terhambat: Kegiatan ekonomi terhambat karena kurangnya sumber energi yang memadai.
  • Akses Informasi Terbatas: Masyarakat kesulitan mengakses informasi dan perkembangan dunia luar.

Dampak Positif dengan Adanya Listrik:

  • Peningkatan Kualitas Pendidikan: Penerangan yang memadai akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
  • Peningkatan Ekonomi: Listrik akan mendukung kegiatan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.
  • Peningkatan Kesehatan: Akses ke listrik akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
  • Peningkatan Kualitas Hidup: Secara keseluruhan, kualitas hidup masyarakat akan meningkat secara signifikan.

Warga Watu Manggar terus berharap dan berdoa agar impian mereka akan listrik dapat segera terwujud. Mereka percaya bahwa dengan adanya listrik, desa mereka akan menjadi lebih terang dan masa depan anak-anak mereka akan lebih cerah.