Konfirmasi DJP: Potongan Pajak Gaji Magang Sesuai Regulasi Perpajakan
Konfirmasi DJP: Potongan Pajak Gaji Magang Sesuai Regulasi Perpajakan
Baru-baru ini, pemberitaan di media sosial ramai membahas mengenai pemotongan pajak penghasilan (PPh) sebesar 5% dari gaji seorang pegawai magang. Sebuah unggahan di platform X (sebelumnya Twitter) menampilkan bukti pemotongan gaji tersebut, disertai dengan keluhan atas kebijakan tersebut. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pun angkat bicara menanggapi polemik yang berkembang di masyarakat ini.
DJP menegaskan bahwa pengenaan PPh tidak didasarkan pada jenis pekerjaan atau status pekerja, termasuk status sebagai pegawai magang. Hal ini juga tidak terkait dengan implementasi sistem Coretax, sistem inti administrasi perpajakan yang baru. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa kewajiban perpajakan ditentukan oleh dua syarat utama: subjektif dan objektif, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Syarat subjektif menyangkut status individu sebagai wajib pajak. Dalam hal ini, seseorang dianggap sebagai wajib pajak dalam negeri jika memenuhi kriteria tertentu, misalnya berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun atau berniat menetap di Indonesia dan telah dewasa. Lebih lanjut, Dwi Astuti menjelaskan aturan khusus mengenai penghasilan anak yang belum dewasa, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 ayat (4) UU PPh. Penghasilan anak yang belum berusia 18 tahun dan belum menikah digabung dengan penghasilan orang tuanya. Hal ini perlu dipahami agar tidak terjadi kesalahpahaman terkait kewajiban perpajakan bagi anak yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa.
Sementara itu, syarat objektif terkait dengan penerimaan atau perolehan penghasilan. Seseorang menjadi wajib pajak jika penghasilannya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Untuk wajib pajak orang pribadi, PTKP dibatasi sebesar Rp 54 juta per tahun. Artinya, jika penghasilan bersih tahunan seorang pegawai magang, setelah dipotong berbagai biaya, melebihi angka tersebut, maka ia wajib membayar pajak.
DJP kembali menegaskan bahwa perhitungan PPh tidak membedakan status pekerjaan. Rumus perhitungannya tetap sama, baik bagi pegawai magang maupun karyawan tetap. Perhitungan tersebut dilakukan dengan cara mengurangi penghasilan neto dengan PTKP untuk mendapatkan penghasilan kena pajak. Selanjutnya, penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif progresif Pasal 17 untuk menentukan besarnya pajak penghasilan yang harus dibayarkan.
Kesimpulannya, kasus pemotongan pajak gaji pegawai magang ini bukanlah kebijakan baru yang diskriminatif, melainkan penerapan aturan perpajakan yang sudah ada. DJP mengimbau masyarakat untuk memahami regulasi perpajakan dengan baik agar terhindar dari kesalahpahaman dan memastikan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan.
Berikut ringkasan perhitungan PPh:
- Penghasilan Neto - PTKP = Penghasilan Kena Pajak
- Penghasilan Kena Pajak x Tarif Progresif Pasal 17 = Pajak Penghasilan