Kebijakan Tarif AS Berubah Arah: Penundaan untuk Sebagian Negara, Tekanan Tetap Tinggi bagi China

Kebijakan Tarif AS Berubah Arah: Penundaan untuk Sebagian Negara, Tekanan Tetap Tinggi bagi China

Perubahan dramatis terjadi dalam kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) ketika Presiden Donald Trump mengumumkan penundaan tarif impor selama 90 hari untuk sejumlah besar negara. Langkah ini, yang awalnya tampak sebagai pelonggaran kebijakan proteksionis, ternyata menyimpan pengecualian penting: China. Meskipun banyak negara mitra dagang AS dapat bernapas lega, Beijing justru menghadapi tekanan yang semakin meningkat.

Penundaan Tarif yang Mengejutkan

Pengumuman penundaan tarif datang hanya beberapa hari setelah Trump mengumumkan sanksi besar terhadap banyak negara terkait praktik perdagangan yang dianggap tidak adil. Keputusan ini memicu reaksi keras di pasar global, yang khawatir akan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pasar saham mengalami gejolak, dan imbal hasil obligasi Treasury AS sempat melonjak, mencerminkan hilangnya kepercayaan investor.

Tekanan dari berbagai pihak, termasuk anggota parlemen, pembuat kebijakan, dan pemimpin bisnis, memaksa pemerintahan Trump untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya. Penundaan tarif dipandang sebagai langkah strategis untuk meredakan ketegangan dan membuka ruang bagi negosiasi perdagangan yang lebih konstruktif.

Uni Eropa (UE), yang sebelumnya terancam tarif 20% atas ekspornya ke AS, menyambut baik penundaan ini dan menangguhkan tarif balasan terhadap impor AS. Langkah ini menunjukkan harapan untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan melalui dialog.

China: Target Utama Kebijakan Tarif AS

Berbeda dengan negara-negara lain yang menikmati penundaan tarif, China justru menjadi target utama kebijakan perdagangan AS. Trump menaikkan tarif terhadap ekonomi terbesar kedua di dunia itu menjadi 125%, dengan alasan "kurangnya rasa hormat" dari Beijing. Namun, Gedung Putih kemudian mengklarifikasi bahwa produsen Cina akan dikenai total 145% tarif atas impor ke AS karena adanya tarif 20% yang telah dikenakan sebelumnya.

Trump menuduh China telah lama melakukan praktik perdagangan yang tidak adil dan memanfaatkan AS. Ia berharap dengan menaikkan tarif, Beijing akan terdorong untuk mengubah perilakunya dan bernegosiasi secara lebih serius.

Namun, China menunjukkan sikap menantang terhadap kenaikan tarif. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning menyatakan, "Kami tidak akan mundur." Kementerian Perdagangan Cina menyerukan agar Trump bertemu Beijing "di tengah jalan" dan menyelesaikan perbedaan melalui dialog dan konsultasi.

Reaksi Pasar Global

Penundaan tarif memicu reli di pasar saham global. S&P 500 melonjak 9,5%, sementara indeks NASDAQ yang didominasi teknologi naik 12,2%. Pasar saham Eropa dan Asia juga mengalami kenaikan. Namun, dampak jangka panjang dari kebijakan tarif AS masih belum pasti.

Implikasi dan Prospek ke Depan

Penundaan tarif akan berakhir pada awal Juli, memberikan waktu yang sangat terbatas bagi AS dan mitra dagangnya untuk merundingkan kebijakan perdagangan yang lebih sesuai dengan kepentingan Washington. Trump sebelumnya dua kali menunda tarif terhadap Kanada dan Meksiko, dan secara teori bisa saja memperpanjang kembali penundaan untuk negara lain.

Mengenai tarif besar yang kini dihadapi eksportir Cina, Trump mengatakan resolusi dengan Beijing tetap mungkin terjadi. Namun, pejabat AS mengatakan mereka akan memprioritaskan pembicaraan dengan negara seperti Vietnam, Jepang, Korea Selatan, dan negara lain yang menginginkan kesepakatan.

Beberapa analis berpendapat bahwa dengan mengecualikan Cina dari penundaan tarif dan justru menaikkan tarif impor Cina, Trump berusaha mengisolasi Beijing yang dianggap sebagai musuh utama dalam perdagangan. Strategi ini bertujuan untuk memaksa China untuk membuat konsesi yang signifikan dalam negosiasi perdagangan.

Berikut adalah daftar negara yang menghadapi penundaan tarif yang sebelumnya disebut Trump sebagai tarif "resiprokal":

  • Kamboja (46%)
  • Indonesia (32%)
  • Negara anggota UE (20%)

Penundaan ini tidak mempengaruhi tarif yang sudah lebih dulu diberlakukan oleh Trump, termasuk untuk baja, aluminium, mobil, dan suku cadang kendaraan. Produk energi dan mineral tertentu yang tidak tersedia secara domestik juga tidak termasuk dalam penundaan ini.

Kantor berita Bloomberg melaporkan bahwa pimpinan tertinggi Cina mengadakan pertemuan untuk merumuskan rencana stimulus tambahan guna mendongkrak perekonomian, yang memang sudah lesu sebelum perang dagang dimulai.

Peter Navarro, penasihat perdagangan senior Trump, mengatakan bahwa AS berada dalam posisi yang sangat baik untuk 90 hari ke depan.