PHK Massal PT Sritex: Upaya Kurator Selamatkan Hak Karyawan di Tengah Krisis Keuangan
PHK Massal PT Sritex: Upaya Kurator Selamatkan Hak Karyawan di Tengah Krisis Keuangan
Tim kurator PT Sritex Grup resmi memberlakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 9.609 karyawan pada 26 Februari 2025. Keputusan kontroversial ini, yang meliputi karyawan dari empat perusahaan di bawah naungan Sritex Grup, diklaim sebagai langkah strategis untuk menyelamatkan hak-hak pekerja di tengah krisis keuangan yang mendera perusahaan tersebut. Jumlah karyawan yang terkena dampak PHK terinci sebagai berikut:
- PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Sukoharjo: 8.504 karyawan
- PT Primayudha, Boyolali: 961 karyawan
- PT Sinar Pantja Djaja, Semarang Barat: 40 karyawan
- PT Bitratex Industries, Semarang: 104 karyawan
Denny Ardiansyah, salah satu kurator, menjelaskan bahwa keputusan PHK ini didasarkan pada pertimbangan yang matang. Ia menekankan bahwa langkah ini diambil bukan semata-mata untuk mengurangi beban perusahaan, melainkan untuk melindungi hak-hak karyawan yang terancam hilang. Lebih dari 1.291 karyawan Sritex Sukoharjo telah mengundurkan diri antara tanggal 21 Oktober 2024 (tanggal pailitnya Sritex) hingga 26 Februari 2025. Pengunduran diri massal ini menyebabkan mereka kehilangan akses ke Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) karena dinonaktifkannya BPJS Ketenagakerjaan mereka. Kurator khawatir jika PHK tidak segera dilakukan, kondisi finansial karyawan yang tersisa akan semakin memburuk dan mengancam kesejahteraan mereka.
Kondisi keuangan PT Sritex Grup yang memburuk menjadi faktor penentu dalam pengambilan keputusan ini. Perusahaan telah mengalami kesulitan keuangan dalam beberapa tahun terakhir, ditandai dengan ketidakmampuan membayar Tunjangan Hari Raya (THR) secara penuh sejak tahun 2020 hingga 2024. Pembayaran THR terpaksa dicicil selama 4-5 bulan. Lebih lanjut, tunggakan tagihan listrik dari November 2024 hingga Januari 2025 mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp 40 miliar. Kondisi cash flow perusahaan yang terus merugi semakin memperparah situasi. Penundaan PHK dikhawatirkan akan mengakibatkan dampak sosial ekonomi yang lebih berat bagi para karyawan, mengingat pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) baru akan dilakukan pada bulan April 2025.
Dengan dilakukannya PHK, diharapkan para mantan karyawan dapat segera mengurus hak-haknya, termasuk pencairan JHT yang dijadwalkan sebelum Lebaran. Kurator berharap langkah ini dapat memberikan kepastian ekonomi bagi mereka, lebih baik daripada tetap bekerja dalam ketidakpastian kondisi perusahaan yang tidak stabil. Besarnya JHT yang diterima akan bervariasi tergantung pada masa kerja dan gaji masing-masing karyawan. Dilaporkan bahwa setiap tahun masa kerja setara dengan Rp 1 juta JHT. BPJS Ketenagakerjaan telah menyiapkan dana sebesar Rp 129 miliar untuk pencairan JHT bagi 8.371 eks karyawan PT Sritex. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, berharap dana tersebut dapat memberikan kehidupan yang layak bagi para mantan karyawan sebelum mereka mendapatkan pekerjaan baru. Ke depan, kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi perusahaan lain untuk menjaga stabilitas keuangan dan kesejahteraan karyawannya.