Kasus Dokter Residensi Unpad: MenPPA Desak Hukuman Maksimal atas Tindak Kekerasan Seksual

MenPPA Arifah Fauzi Serukan Hukuman Berat bagi Dokter Pelaku Kekerasan Seksual

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPA), Arifah Fauzi, dengan tegas menyerukan penegakan hukum yang maksimal terhadap Priguna Anugerah Pratama, seorang dokter residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), yang terjerat kasus kekerasan seksual terhadap pasien.

Arifah Fauzi menekankan bahwa status Priguna sebagai tenaga medis profesional menjadi faktor pemberat yang signifikan dalam kasus ini. Penyalahgunaan wewenang dan kepercayaan yang diberikan oleh profesi medis, serta relasi kuasa yang timpang antara dokter dan pasien, dianggap sebagai pelanggaran serius yang pantas mendapatkan hukuman yang lebih berat dibandingkan kasus kekerasan seksual pada umumnya.

"Penting untuk menggarisbawahi bahwa pelaku yang memiliki posisi sebagai tenaga medis atau profesional, yang seharusnya melindungi dan merawat pasien, justru melakukan tindakan keji seperti ini. Ini merupakan pengkhianatan terhadap sumpah profesi dan kepercayaan masyarakat," tegas Arifah Fauzi.

MenPPA menambahkan bahwa dampak psikologis dan fisik yang dialami korban akibat kekerasan seksual tersebut juga harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan hukuman yang setimpal. Trauma mendalam, luka fisik, dan potensi dampak jangka panjang lainnya merupakan konsekuensi serius yang harus diperhitungkan.

Ancaman Hukuman Berdasarkan UU TPKS

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Arifah menjelaskan bahwa Priguna dapat dijerat dengan Pasal 6 jo Pasal 15. Pasal ini mengatur tentang kekerasan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki relasi kuasa atau memanfaatkan kerentanan korban. Ancaman hukuman yang mungkin diterima oleh Priguna adalah pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda hingga Rp300 juta.

Kecaman Terhadap Kekerasan Seksual di Ruang Publik

Arifah Fauzi juga mengecam keras terjadinya kekerasan seksual di lingkungan rumah sakit. Menurutnya, rumah sakit sebagai fasilitas publik seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua orang, termasuk perempuan. Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, dan upaya pencegahan serta penanganan yang komprehensif harus terus ditingkatkan.

"Kejadian ini merupakan sinyal bahaya bagi kita semua. Kita harus lebih waspada dan proaktif dalam mencegah kekerasan seksual. Setiap orang berhak merasa aman, terutama di ruang publik seperti rumah sakit," tegasnya.

Kasus Pemerkosaan di RS Hasan Sadikin Terungkap

Sebelumnya, pihak kepolisian telah berhasil menangkap dan menahan Priguna terkait kasus pemerkosaan terhadap FH, seorang keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Modus operandi yang dilakukan oleh Priguna adalah dengan membius korban dengan dalih melakukan pemeriksaan kecocokan darah (crossmatch) untuk keperluan transfusi.

Investigasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa FH bukanlah satu-satunya korban dari Priguna. Terdapat dua korban lain yang juga mengalami kejadian serupa, semakin memperkuat indikasi bahwa Priguna adalah pelaku kekerasan seksual yang berulang.

Daftar Poin Penting:

  • MenPPA Arifah Fauzi mendesak hukuman maksimal bagi dokter residen pelaku kekerasan seksual.
  • Status tenaga medis menjadi faktor pemberat dalam kasus ini.
  • Ancaman hukuman mengacu pada UU TPKS, Pasal 6 jo Pasal 15.
  • Korban mengalami trauma psikis dan fisik yang mendalam.
  • Kekerasan seksual terjadi di lingkungan rumah sakit, yang seharusnya menjadi tempat aman.
  • Polisi telah menangkap dan menahan pelaku.
  • Terdapat lebih dari satu korban dalam kasus ini.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu diskusi mengenai perlunya peningkatan keamanan dan pengawasan di lingkungan rumah sakit, serta pentingnya edukasi mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.