Pasutri di Pulogadung Jadi Tersangka Penganiayaan ART, Kinerja Korban Dipertanyakan

Pasutri di Jakarta Timur Terancam Hukuman Berat Akibat Aniaya ART

Kasus penganiayaan terhadap asisten rumah tangga (ART) kembali mencoreng citra kemanusiaan. Kali ini, seorang dokter berinisial AMS (41) dan istrinya, SSJH (35), harus berurusan dengan hukum setelah diduga melakukan tindak kekerasan terhadap ART mereka, SR (24), di kediamannya di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur.

Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, mengungkapkan bahwa motif penganiayaan tersebut didasari oleh ketidakpuasan pelaku terhadap kinerja korban. "Mereka (pelaku) tidak puas dengan kinerja dari ART ini," ujar Kombes Nicolas dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Timur, Jumat (11/4/2025).

Menurut keterangan polisi, SR telah bekerja di rumah pasutri tersebut sejak November 2024. Tugasnya meliputi memasak, membersihkan rumah, dan mengasuh ketiga anak pelaku. Namun, selama masa kerjanya, SR diduga melakukan serangkaian kesalahan yang membuat pelaku geram.

"Diduga bahwa ART ini telah melakukan kesalahan-kesalahan terhadap ketiga anaknya," ungkap Nicolas.

Kekesalan yang memuncak membuat SSJH nekat melakukan penganiayaan terhadap SR, dibantu oleh suaminya, AMS. Tindakan pelaku bahkan sampai memotong rambut korban.

Proses Hukum Berjalan

Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur bergerak cepat menangani kasus ini. Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, polisi menetapkan AMS dan SSJH sebagai tersangka dan langsung melakukan penangkapan pada tanggal 8 April 2025.

"Telah dilakukan serangkaian tindakan penyelidikan dan meningkatkan status dari proses penyelidikan ke proses penyidikan hingga ke proses peningkatan status menjadi tersangka. Selanjutnya dilakukan penangkapan tanggal 8 April 2025 dan penahanan langsung," tutur Nicolas.

Akibat perbuatannya, AMS dan SSJH dijerat dengan Pasal 44 ayat 2 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan atau Pasal 351 Ayat 2 KUHP tentang penganiayaan berat. Mereka terancam hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 30 juta.

Korban Sempat Hilang Kontak

Kasus ini bermula dari viralnya video di aplikasi WhatsApp yang memperlihatkan kondisi SR dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Video tersebut kemudian diunggah oleh anggota DPR RI, Ahmad Sahroni, melalui akun Instagram pribadinya, sehingga menarik perhatian publik.

Kepala Desa Tanggeran Rawan, tempat asal SR, mengungkapkan bahwa korban baru bekerja sebagai ART di Jakarta sejak November 2024. Namun, pihak keluarga kehilangan kontak dengan SR seminggu setelah ia mulai bekerja.

"Namun seminggu setelah bekerja S tidak bisa dihubungi oleh keluarganya," kata Rawan kepada wartawan, Jumat (21/3/2025).

Pada tanggal 18 Maret 2025, keluarga SR menerima kabar bahwa mereka harus membayar uang tebusan sebesar Rp 5 juta jika ingin SR dipulangkan. Keluarga kemudian melaporkan kejadian ini ke kepala desa dan diteruskan ke Mapolsek Somagede.

Kondisi Korban Memprihatinkan

Rawan menjelaskan bahwa SR akhirnya tiba di rumahnya pada Jumat (21/3/2025) dini hari dalam kondisi yang memprihatinkan. Ia mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya. Kepada keluarga, SR mengaku dibelikan tiket bus Jakarta-Purwokerto oleh majikannya, namun tidak diberi uang saku.

Akibatnya, SR sempat terlunta-lunta di Terminal Purwokerto sebelum akhirnya diantar oleh seorang tukang ojek ke rumahnya yang berjarak sekitar 18 km dari terminal.

"Kalau dari keterangan korban, sering dipukul atau dianiaya oleh majikannya, baik istri atau suaminya, karena dianggap kerja tidak benar, seperti mengepel, dan lainnya," jelas Rawan.

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan terhadap ART dan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Diharapkan, kasus serupa tidak terulang kembali di masa depan.

Rangkuman Poin Penting:

  • Pasutri di Pulogadung, Jakarta Timur, ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan ART.
  • Motif penganiayaan adalah ketidakpuasan terhadap kinerja korban.
  • Korban mengalami luka-luka di sekujur tubuh dan sempat hilang kontak dengan keluarga.
  • Pelaku terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
  • Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya perlindungan terhadap ART.