Petugas Hutan India Didisiplinkan Usai Beri Minum Citah: Langgar Protokol Konservasi?

Tindakan pendisiplinan tengah dilakukan terhadap seorang petugas hutan di Taman Nasional Kuno, India, setelah video dirinya memberikan air minum kepada seekor citah dan anak-anaknya viral di media sosial. Insiden ini menimbulkan pertanyaan tentang protokol konservasi dan interaksi manusia dengan satwa liar yang dilindungi.

Menurut laporan BBC yang dikutip pada Jumat (11/4/2025), petugas tersebut, yang bekerja sebagai sopir di suaka margasatwa, dianggap melanggar instruksi ketat yang melarang orang yang tidak berwenang mendekati citah. Citah sendiri memiliki sejarah kelam di India, dinyatakan punah pada tahun 1952, menjadikannya satu-satunya mamalia besar yang punah sejak kemerdekaan negara tersebut. Upaya reintroduksi yang ambisius dimulai pada tahun 2022 di Kuno, dengan harapan menghidupkan kembali populasi spesies ikonik ini.

Video yang beredar luas menunjukkan petugas tersebut menuangkan air ke dalam wadah logam, setelah didesak oleh individu yang tidak terlihat dalam rekaman. Tak lama kemudian, seekor citah betina bernama Jwala, bersama keempat anaknya, mendekat dan mulai minum dari wadah tersebut. Insiden ini memicu perdebatan sengit, terutama di media sosial. Sebagian pengguna internet menganggap momen tersebut menyentuh hati, sementara yang lain menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait keselamatan manusia dan hewan.

Kepala Konservator Hutan, Uttam Kumar Sharma, menjelaskan bahwa dalam situasi tertentu, staf diinstruksikan untuk memancing citah kembali ke dalam hutan jika mereka mendekati perbatasan taman nasional, dengan tujuan mencegah konflik dengan manusia. Namun, protokol ini hanya boleh dilakukan oleh personel terlatih.

"Ada instruksi yang jelas untuk menjauh dari citah. Hanya orang yang berwenang yang bisa mendekati mereka untuk melakukan tugas tertentu," tegas Sharma.

Beberapa pihak berpendapat bahwa solusi yang lebih berkelanjutan adalah dengan menciptakan kolam dan sumber air di dalam taman nasional. Hal ini akan mengurangi kebutuhan citah untuk mencari air di luar wilayah yang dilindungi, terutama selama musim kemarau.

Ketegangan juga dilaporkan meningkat di desa-desa yang berbatasan dengan taman nasional, di mana citah terkadang berkeliaran di ladang dan menyerang ternak. Insiden pelemparan batu terhadap citah oleh penduduk desa bulan lalu menjadi bukti nyata meningkatnya konflik manusia-satwa liar.

Pihak berwenang menyatakan bahwa mereka terus berupaya meningkatkan kesadaran di antara masyarakat desa tentang cara hidup berdampingan dengan citah. Namun, insiden ini menggarisbawahi perlunya keseimbangan antara upaya konservasi, keselamatan manusia, dan kesejahteraan hewan.

Poin-poin penting dari insiden ini meliputi:

  • Pelanggaran Protokol: Petugas hutan melanggar instruksi dengan mendekati dan memberi minum citah.
  • Upaya Reintroduksi Citah: Insiden ini terjadi di tengah program ambisius untuk memperkenalkan kembali citah ke India.
  • Konflik Manusia-Satwa Liar: Meningkatnya ketegangan antara penduduk desa dan citah menyoroti tantangan dalam konservasi.
  • Kebutuhan akan Edukasi: Peningkatan kesadaran dan edukasi masyarakat desa penting untuk hidup berdampingan.
  • Solusi Jangka Panjang: Pembuatan sumber air di dalam taman dapat mengurangi kebutuhan citah untuk mencari air di luar habitatnya.

Kejadian ini menjadi pengingat akan kompleksitas konservasi satwa liar dan pentingnya kepatuhan terhadap protokol yang ada, serta perlunya solusi inovatif untuk meminimalkan konflik manusia-satwa liar dan memastikan keberhasilan jangka panjang upaya konservasi.