Tarif SPKLU Diberlakukan, Pengamat Ungkap Kendaraan Listrik Tetap Lebih Ekonomis dari Kendaraan Konvensional

Era Baru Pengisian Daya Kendaraan Listrik: Analisis Dampak Tarif SPKLU terhadap Ekonomi Pengguna

Kebijakan baru pemerintah terkait pemberlakuan tarif layanan di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) telah resmi bergulir. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 182 Tahun 2023 menetapkan biaya pengisian daya, dengan tarif maksimal Rp 25.000 untuk fast charging dan Rp 57.000 untuk ultrafast charging. Kebijakan ini sontak memicu diskusi di kalangan pengguna dan pemerhati kendaraan listrik.

Namun, di tengah kekhawatiran akan potensi kenaikan biaya operasional, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, memberikan pandangan yang menenangkan. Menurutnya, penerapan tarif SPKLU ini merupakan langkah positif dalam memacu pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Ia menekankan bahwa meskipun ada biaya tambahan, kendaraan listrik tetap jauh lebih ekonomis dibandingkan kendaraan konvensional berbahan bakar fosil.

Perbandingan Biaya: Kendaraan Listrik vs. Kendaraan Bensin

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, Yannes menjabarkan perbandingan biaya operasional antara kendaraan listrik dan kendaraan bensin. Perhitungan ini didasarkan pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2023 yang menetapkan tarif dasar listrik untuk SPKLU sebesar Rp 2.467 per kWh.

Berikut adalah ilustrasi perhitungannya:

  • Pengisian Daya di SPKLU Fast Charging (10 kWh):
    • Biaya listrik: 10 kWh x Rp 2.467 = Rp 24.670
    • Tarif layanan fast charging: Rp 25.000
    • Total biaya: Rp 49.670
    • Jarak tempuh (perkiraan): 85 km
    • Biaya per kilometer: Rp 584,35
  • Pengisian Daya di SPKLU Ultrafast Charging (10 kWh):
    • Biaya listrik: 10 kWh x Rp 2.467 = Rp 24.670
    • Tarif layanan ultrafast charging: Rp 57.000
    • Total biaya: Rp 81.670
    • Jarak tempuh (perkiraan): 85 km
    • Biaya per kilometer: Rp 960,82

Berdasarkan perhitungan tersebut, bahkan dengan tarif SPKLU, biaya per kilometer kendaraan listrik masih jauh di bawah kendaraan bensin. Yannes mengklaim bahwa pengguna kendaraan listrik dapat menghemat sekitar 41,6% dibandingkan dengan menggunakan kendaraan berbahan bakar.

Dampak Positif Tarif SPKLU

Lebih lanjut, Yannes menjelaskan bahwa penerapan tarif SPKLU ini akan mendorong investasi dan pengembangan infrastruktur pengisian daya yang lebih luas. Operator SPKLU akan memiliki insentif untuk meningkatkan kualitas layanan dan memperluas jaringannya, sehingga memudahkan pengguna kendaraan listrik untuk mengisi daya di berbagai lokasi.

Selain itu, tarif SPKLU juga dapat membantu menstabilkan pasokan listrik dan mencegah penyalahgunaan fasilitas pengisian daya. Dengan adanya biaya, pengguna akan lebih bijak dalam menggunakan SPKLU dan tidak menjadikannya sebagai pengganti pengisian daya di rumah.

Masa Depan Kendaraan Listrik di Indonesia

Pemberlakuan tarif SPKLU merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Dengan ekosistem yang semakin matang dan infrastruktur pengisian daya yang memadai, diharapkan semakin banyak masyarakat yang beralih ke kendaraan listrik, sehingga mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kualitas udara di perkotaan.

Kendati demikian, pemerintah perlu terus melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap kebijakan tarif SPKLU agar tetap terjangkau bagi masyarakat luas dan tidak menghambat pertumbuhan pasar kendaraan listrik. Sosialisasi yang efektif juga diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat dan keuntungan menggunakan kendaraan listrik.

Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah, industri, dan masyarakat, kendaraan listrik memiliki potensi besar untuk menjadi solusi transportasi masa depan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.