Tekanan Global Berlanjut: Investor Asing Tarik Dana Rp29,92 Triliun dari Pasar Saham Indonesia Hingga Maret 2025

Gelombang Penjualan Asing Membayangi Bursa Saham Indonesia

Kinerja pasar modal Indonesia di awal tahun 2025 masih dibayangi sentimen negatif dari pasar global. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa aliran modal asing keluar dari pasar saham terus berlanjut hingga akhir kuartal pertama. Data menunjukkan, hingga 27 Maret 2025, investor asing mencatatkan net sale atau penjualan bersih saham senilai Rp29,92 triliun secara year-to-date (ytd).

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengungkapkan bahwa tekanan jual asing cukup signifikan. "Investor non-residen mencatatkan net sale sebesar Rp8,02 triliun secara month-to-date (mtd), dan secara year-to-date masih terdapat net sale sebesar Rp29,92 triliun," jelas Inarno dalam konferensi pers virtual usai Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) OJK, yang diselenggarakan pada Jumat (11/4/2025).

Dampak pada Kinerja Pasar Saham

Kondisi ini berdampak pada kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hingga 27 Maret 2025, IHSG tercatat turun 3,83 persen mtd ke level 6.510,62 dan melemah 8,04 persen secara ytd. Bahkan, pasca libur Lebaran, pada 8 April 2025, IHSG sempat mengalami day-to-day (dtd) anjlok signifikan sebesar 7,9 persen, dari level 6.510 ke 5.996. Bursa Efek Indonesia (BEI) terpaksa memberlakukan halting atau penghentian sementara perdagangan selama 30 menit pada pukul 09.00 WIB untuk meredam kepanikan pasar.

Namun, upaya stabilisasi mulai menunjukkan hasil. Pada 9 April 2025, IHSG mencatatkan kenaikan tipis sebesar 0,47 persen (dtd) ke level 5.967. Tren positif berlanjut pada 10 April 2025, dengan IHSG ditutup pada level 6.254, atau naik 4,70 persen (dtd). Meskipun demikian, secara year-to-date, IHSG masih mencatatkan penurunan sebesar 11,67 persen.

Berikut adalah rangkuman pergerakan IHSG:

  • Hingga 27 Maret 2025 (mtd): Turun 3,83% ke 6.510,62
  • Hingga 27 Maret 2025 (ytd): Melemah 8,04%
  • 8 April 2025 (dtd): Anjlok 7,9% ke 5.996 (sempat halting)
  • 9 April 2025 (dtd): Naik 0,47% ke 5.967
  • 10 April 2025 (dtd): Naik 4,70% ke 6.254
  • 10 April 2025 (ytd): Turun 11,67%

Pasar Obligasi dan Industri Pengelolaan Investasi

Di pasar obligasi, indeks Indonesia Composite Bond Index (ICBI) juga mengalami tekanan. Pada bulan Maret, ICBI turun 0,17 persen mtd, meskipun masih naik 1,75 persen ytd ke level 399,54. Investor asing juga mencatatkan net sale di pasar obligasi sebesar Rp0,43 triliun mtd dan Rp1,41 triliun ytd.

Sementara itu, di industri pengelolaan investasi, nilai aset kelolaan (asset under management/AUM) tercatat sebesar Rp811,97 triliun per 27 Maret 2025, naik tipis 0,45 persen mtd. Namun, secara ytd, AUM masih turun 3,71 persen. Untuk reksa dana, tercatat net subscription sebesar Rp0,92 triliun mtd dan Rp1,35 triliun ytd.

Sisi Positif: Penghimpunan Dana dan Bursa Karbon

Di tengah tekanan pasar, terdapat beberapa catatan positif. Nilai penawaran umum di pasar modal mencapai Rp57,68 triliun, dengan Rp3,24 triliun berasal dari lima emiten baru. Penggalangan dana melalui securities crowdfunding (SCF) juga terus menunjukkan pertumbuhan. Hingga 26 Maret 2025, OJK telah memberikan izin kepada 18 penyelenggara SCF, dengan 785 penerbitan efek dari 503 penerbit dan total 177.717 pemodal. Dana yang teradministrasi di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencapai Rp1,49 triliun.

Perkembangan bursa karbon juga menunjukkan tren positif. Sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 27 Maret 2025, terdapat 111 pengguna jasa yang sudah berizin. Total volume perdagangan mencapai 1.598.693 ton setara CO2, dengan nilai transaksi Rp77,91 miliar.

Untuk derivatif keuangan, dari 10 Januari hingga 31 Maret 2025, OJK telah memberikan izin prinsip kepada 31 pelaku dan 5 penyelenggara. Volume transaksi derivatif dengan efek sebagai aset dasar mencapai 571.610 juta lot, dengan nilai akumulasi Rp710,63 triliun sejak awal tahun.

Secara keseluruhan, pasar modal Indonesia di awal tahun 2025 menghadapi tantangan berat akibat sentimen global. Meskipun demikian, beberapa indikator menunjukkan potensi pemulihan dan pertumbuhan di masa depan.