KemenPPPA Desak Hukuman Maksimal bagi Dokter Residensi Terduga Pelaku Kekerasan Seksual
KemenPPPA Desak Hukuman Maksimal bagi Dokter Residensi Terduga Pelaku Kekerasan Seksual
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) secara tegas menyerukan agar Priguana Anugerah, seorang dokter residen anestesi dari PPDS FK Unpad, dijatuhi hukuman seberat-beratnya jika terbukti bersalah melakukan tindak kekerasan seksual. Desakan ini muncul menyusul ramainya pemberitaan mengenai dugaan tindakan asusila yang dilakukan oleh oknum dokter tersebut terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Menteri PPPA, Arifah Fauzi, menyatakan bahwa pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), khususnya Pasal 6 jo Pasal 15, yang berpotensi menjatuhkan hukuman penjara hingga 12 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta. KemenPPPA berharap agar proses hukum berjalan transparan dan menghasilkan putusan yang memberikan efek jera bagi pelaku serta menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas.
Penyalahgunaan Kekuasaan dan Dampak Trauma
Arifah Fauzi menekankan bahwa tindakan yang diduga dilakukan oleh Priguana merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan sebagai tenaga medis. Posisi dokter residen, yang seharusnya memberikan pelayanan dan perlindungan, justru dimanfaatkan untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum dan etika. Lebih lanjut, KemenPPPA menyoroti dampak serius yang dapat dialami korban akibat kekerasan seksual, termasuk trauma psikologis yang mendalam, luka fisik, bahkan potensi hilangnya nyawa.
"Kami sangat prihatin dengan kasus ini dan dampaknya terhadap korban. Kekerasan seksual adalah pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat ditoleransi," tegas Arifah.
Ajakan Melapor dan Mekanisme Perlindungan
Menyikapi kasus ini, KemenPPPA mengajak seluruh masyarakat, khususnya korban kekerasan seksual, untuk berani berbicara dan melaporkan kejadian yang dialami. Pemerintah telah menyediakan berbagai lembaga dan mekanisme perlindungan, termasuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), UPTD di bidang sosial, penyedia layanan berbasis masyarakat, serta pihak kepolisian.
Selain itu, masyarakat juga dapat memanfaatkan hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau menghubungi melalui WhatsApp di nomor 08111-129-129 untuk mendapatkan bantuan dan pendampingan.
Berikut adalah daftar lembaga yang dapat dihubungi untuk pelaporan dan bantuan:
- UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak)
- UPTD di bidang sosial
- Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat
- Pihak kepolisian
- Hotline SAPA 129
- WhatsApp 08111-129-129
KemenPPPA berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Indonesia. Partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan terlindungi bagi semua warga negara.
Kronologi Kasus dan Reaksi Masyarakat
Kasus ini mencuat ke publik setelah viral di media sosial X, yang mengungkapkan dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter anestesi PPDS Unpad di RSHS Bandung. Unggahan tersebut memuat tangkapan layar pesan WhatsApp yang melaporkan kejadian tersebut kepada seorang dokter. Pesan tersebut menyebutkan bahwa dua residen anestesi diduga melakukan pemerkosaan terhadap penunggu pasien dengan menggunakan obat bius. Bukti CCTV juga disebut-sebut telah tersedia. Korban merupakan keluarga pasien yang sedang menunggu perawatan di RSHS. Aksi bejat tersebut diduga dilakukan dengan modus pemeriksaan darah di salah satu ruangan di lantai 7 gedung RSHS pada pertengahan Maret 2025.