Eskalasi Tarif AS Mendorong China dan Eropa Mencari Alternatif Pasar Global

Pergeseran Strategi Perdagangan Global Akibat Kebijakan Tarif Amerika Serikat

Kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat, khususnya terhadap produk-produk asal China, telah memicu gelombang perubahan signifikan dalam lanskap perdagangan global. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh China, tetapi juga mendorong negara-negara lain, termasuk Eropa, untuk mencari alternatif pasar dan merumuskan strategi baru.

China Merespon Tekanan Tarif dengan Diversifikasi Pasar

Tindakan pengurangan risiko, diversifikasi pasar, dan realokasi fokus perdagangan yang sebelumnya ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada China, kini paradoksnya justru menjadi strategi utama yang diadopsi untuk menghadapi tekanan dari Amerika Serikat. Kenaikan tarif AS hingga 125% terhadap barang-barang China telah menciptakan kekhawatiran di pasar keuangan global. Dengan volume produksi yang signifikan ditujukan khusus untuk pasar Amerika, China menghadapi tantangan besar dalam menyerap kelebihan produksi di pasar domestik.

Sebagai respons, Beijing melakukan restrukturisasi strategi ekspor dengan memprioritaskan kemitraan dagang global. Upaya ini mencakup peningkatan hubungan ekonomi dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia, bahkan dengan negara-negara yang memiliki sejarah konflik. Pemulihan dialog ekonomi dengan Jepang dan Korea Selatan setelah beberapa tahun ketegangan menjadi indikasi bahwa kekuatan-kekuatan regional tengah mengevaluasi ulang hubungan mereka dalam menghadapi ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan AS. Kerja sama ekonomi trilateral yang terjalin kembali menunjukkan perubahan strategis yang signifikan.

Perdagangan antara China dan negara-negara ASEAN juga mengalami pertumbuhan pesat dalam dua dekade terakhir. Pada tahun 2023, volume perdagangan mencapai sekitar $872 miliar, dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan berkurangnya akses perusahaan-perusahaan China ke pasar AS.

Deborah Elms, Kepala Kebijakan Perdagangan Hinrich Foundation, menyatakan bahwa produsen China akan mencari peluang di Asia Tenggara yang sebelumnya kurang dieksplorasi karena pasar Amerika yang menguntungkan telah menyerap seluruh produksi mereka.

Eropa Menimbang Opsi Diversifikasi di Tengah Ancaman Tarif

Uni Eropa juga menghadapi tantangan serupa. Meskipun diberikan jeda waktu, UE berpotensi terkena tarif baru sebesar 20% terhadap ekspor senilai €380 miliar ke Amerika Serikat. Para pembuat kebijakan di Brussels sedang mempertimbangkan langkah-langkah diversifikasi serupa dengan yang diambil oleh China, termasuk menjalin kerja sama dengan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik dan Selatan Global sebagai upaya menghadapi proteksionisme Amerika.

Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, dalam kunjungannya ke Vietnam, menekankan perlunya Eropa untuk menjelajahi pasar-pasar baru dan menegaskan komitmen pemerintahannya untuk membuka Spanyol dan Eropa bagi perdagangan yang lebih besar dengan Asia Tenggara.

Namun, analis kebijakan dari European Policy Centre (EPC), Varg Folkman, memperingatkan bahwa Eropa akan kesulitan menggantikan pasar ekspor trans-Atlantik dengan pasar lain karena ekonomi Amerika Serikat yang lebih besar dan lebih makmur. Folkman juga mencatat adanya "perlawanan kuat" di antara negara-negara anggota Uni Eropa terhadap perjanjian dagang baru, dan menyoroti kewaspadaan Prancis dalam membuka sektor pertaniannya terhadap Brasil dan Argentina dalam kesepakatan dagang Uni Eropa dengan Mercosur.

Ancaman Banjir Produk Murah dan Respons Proteksionis

Para ekonom dan pembuat kebijakan khawatir Eropa akan kesulitan menghadapi dampak ganda dari lonjakan tarif AS dan persaingan dagang baru dengan China. Tarif AS terhadap China berpotensi mengalihkan barang-barang ekspor China ke Uni Eropa, yang dapat memberikan tekanan tambahan pada produsen Eropa dan memicu tuntutan untuk respons proteksionis dari Brussels. Kekhawatiran ini semakin diperkuat oleh praktik subsidi negara yang besar di China, yang memungkinkan produsen China menjual barang dengan harga yang sangat murah di pasar Eropa, menekan pesaing dan menyebabkan kebangkrutan serta pemutusan hubungan kerja.

Contohnya, kendaraan listrik (EV) buatan China dengan merek seperti BYD, Nio, dan XPeng, membanjiri pasar Uni Eropa dengan harga yang jauh lebih rendah dari pesaing lokalnya, berkat subsidi pemerintah, insentif pajak, dan pinjaman murah.

Jörg Wuttke, mantan kepala BASF di China, memperingatkan akan datangnya "tsunami kapasitas berlebih" dari China ke Eropa, yang ia harapkan tidak akan memicu penghalang dagang baru dari Uni Eropa. Ia menyerukan perbaikan "komunikasi dan kepercayaan" antara Brussels dan Beijing guna menghindari gelombang dumping barang yang baru.

Sistem Peringatan Dini dan Potensi Ketegangan Dagang Global

Uni Eropa telah mengumumkan rencana pembentukan satuan tugas pengawasan impor untuk memantau lonjakan tiba-tiba dalam arus barang masuk yang dapat mengancam industri dalam negeri. Sistem peringatan dini ini diciptakan sebagai bagian dari upaya Uni Eropa untuk mengurangi risiko ketergantungan dari China di tengah ketegangan geopolitik dan kekhawatiran atas praktik dumping. Namun, ada pula kekhawatiran bahwa eksportir Asia lain, bahkan Amerika Serikat, bisa ikut membanjiri pasar Eropa dengan barang murah.

Langkah-langkah proteksionis yang mungkin diambil oleh Uni Eropa dapat memicu kritik dan dianggap meniru kebijakan proteksionis Trump, yang berpotensi memperlemah norma-norma Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan memperuncing ketegangan dagang global.

Poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Tarif AS telah memaksa China dan Eropa untuk mendiversifikasi pasar mereka.
  • China meningkatkan hubungan perdagangan dengan negara-negara Asia Tenggara dan negara-negara tetangga lainnya.
  • Eropa menghadapi ancaman tarif AS dan persaingan dari produk-produk China yang murah.
  • Uni Eropa sedang mempertimbangkan langkah-langkah proteksionis, tetapi khawatir akan memicu ketegangan perdagangan global.