Kontroversi 'Kebangkitan' Serigala Purba: Ilmuwan Sebut Bukan Dire Wolf Asli, Melainkan Hibrida

Kontroversi 'Kebangkitan' Serigala Purba: Ilmuwan Sebut Bukan Dire Wolf Asli, Melainkan Hibrida

Klaim perusahaan bioteknologi Colossal Biosciences yang menyatakan telah berhasil 'menghidupkan kembali' serigala purba (Dire Wolf) menuai perdebatan di kalangan ilmuwan. Alih-alih menghidupkan kembali spesies yang telah punah, sejumlah pakar berpendapat bahwa serigala yang dihasilkan melalui rekayasa genetika tersebut lebih tepat disebut sebagai hibrida, yaitu serigala abu-abu yang memiliki beberapa karakteristik Dire Wolf.

Pengumuman sensasional Colossal Biosciences pada awal April lalu, yang menampilkan tiga anak serigala berwarna putih yang diklaim sebagai hasil 'de-extinction' pertama di dunia, langsung menjadi sorotan. CEO Colossal, Ben Lamm, bahkan menyatakan bahwa perusahaannya telah berhasil menciptakan anak serigala Dire yang sehat dan mengembalikan predator ini ke dunia setelah lebih dari 10.000 tahun.

Namun, banyak ahli yang mengkritik bahasa yang digunakan Colossal, menganggapnya menyesatkan. Nic Rawlence, profesor dari Otago Palaeogenetics Laboratory di University of Otago, menegaskan bahwa apa yang dihasilkan Colossal bukanlah serigala Dire yang sebenarnya, melainkan serigala abu-abu dengan karakteristik serupa. Ia menekankan bahwa ini bukanlah 'kebangkitan' spesies yang punah, melainkan penciptaan hibrida.

Proses Penciptaan yang Kontroversial

Untuk menciptakan anak serigala ini, para ilmuwan Colossal Biosciences mengekstraksi DNA dari dua fosil serigala prasejarah: gigi berusia 13.000 tahun yang ditemukan di Sheridan Pit, Ohio, dan tulang telinga bagian dalam berusia 72.000 tahun dari American Falls, Idaho. DNA ini kemudian digunakan untuk merakit sebagian genom serigala Dire, yang kemudian dibandingkan dengan genom kerabat terdekatnya, termasuk serigala abu-abu, jakal, dan rubah.

Berdasarkan analisis ini, para ilmuwan memilih serigala abu-abu (Canis lupus) sebagai donor sel telur untuk proses 'de-extinction'. Langkah ini menjadi sumber perdebatan, karena beberapa ilmuwan berpendapat bahwa serigala Dire secara evolusioner sangat berbeda dari serigala abu-abu.

Perbedaan Evolusioner yang Signifikan

David Mech, asisten profesor di University of Minnesota dan ilmuwan peneliti senior di U.S. Geological Survey, menjelaskan bahwa serigala Dire terpisah dari serigala abu-abu sekitar 6 juta tahun yang lalu, membentuk kelompok yang sama sekali berbeda. Philip Seddon, profesor zoologi di University of Otago, menambahkan bahwa serigala Dire berada dalam genus mereka sendiri, menunjukkan perbedaan spesies yang mendalam. Bahkan, Seddon berpendapat bahwa serigala Afrika mungkin memiliki hubungan yang lebih dekat dengan serigala Dire dibandingkan dengan serigala abu-abu.

Implikasi Etis dan Konservasi

Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan penting tentang etika dan implikasi konservasi dari upaya 'de-extinction'. Jika serigala yang dihasilkan bukanlah serigala Dire yang sebenarnya, apakah upaya ini benar-benar bermanfaat bagi keanekaragaman hayati? Apakah sumber daya yang diinvestasikan dalam proyek ini dapat dialokasikan dengan lebih baik untuk melindungi spesies yang saat ini terancam punah?

Perdebatan seputar 'kebangkitan' serigala Dire ini menyoroti kompleksitas ilmiah dan etis yang terkait dengan rekayasa genetika dan upaya untuk menghidupkan kembali spesies yang telah lama hilang. Ini juga menekankan pentingnya komunikasi yang akurat dan transparan dalam sains, terutama ketika melibatkan teknologi yang berpotensi mengubah lanskap kehidupan di Bumi.

Poin-poin penting berita:

  • Colossal Biosciences mengklaim berhasil 'menghidupkan kembali' serigala Dire.
  • Pakar menyebut serigala itu hibrida serigala abu-abu, bukan Dire Wolf asli.
  • Proses melibatkan ekstraksi DNA dari fosil dan penggunaan serigala abu-abu sebagai donor.
  • Serigala Dire terpisah dari serigala abu-abu jutaan tahun lalu.
  • Muncul pertanyaan etis tentang de-extinction dan prioritas konservasi.