Dokter RSHS Terjerat Kasus Kekerasan Seksual: Dugaan Parafilia Mencuat dalam Investigasi

Kasus Kekerasan Seksual di RSHS Bandung: Dokter Diduga Mengidap Parafilia

Kasus kekerasan seksual yang melibatkan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, memasuki babak baru. Priguna Anugerah Pratama (PAP), tersangka dalam kasus pemerkosaan terhadap FH (21), seorang keluarga pasien, kini diduga mengalami kelainan seksual atau parafilia.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, mengungkapkan bahwa dugaan ini muncul berdasarkan hasil pemeriksaan awal terhadap tersangka. "Dari pemeriksaan yang telah kami lakukan selama beberapa hari, ada indikasi kuat bahwa pelaku memiliki kecenderungan kelainan seksual," ujar Kombes Surawan dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Jabar, Kota Bandung, pada Rabu (9/4/2025).

Meski demikian, Kombes Surawan menegaskan bahwa dugaan ini masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut dari ahli psikologi dan forensik. Pemeriksaan mendalam oleh para ahli diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi psikologis tersangka.

"Hasil pemeriksaan ini akan diperkuat dengan keterangan dari ahli psikologi dan forensik untuk memvalidasi adanya perilaku kelainan seksual," imbuhnya.

Priguna Anugerah Pratama sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana kekerasan seksual terhadap FH. Ia dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang ancaman hukumannya mencapai maksimal 12 tahun penjara.

Mengenal Parafilia: Kelainan Seksual yang Diduga Dialami Tersangka

Dalam dunia medis, kelainan seksual dikenal dengan istilah parafilia. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), parafilia didefinisikan sebagai pola dorongan seksual yang menyimpang dan berlangsung setidaknya selama enam bulan, yang dapat menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan individu yang bersangkutan. Gangguan ini dapat mencakup ketertarikan pada objek yang tidak lazim, situasi ekstrem, atau individu yang tidak mampu memberikan persetujuan.

American Psychiatric Association (APA) dan National Institutes of Health (NIH) mengidentifikasi beberapa ciri utama gangguan parafilik, antara lain:

  • Fantasi Seksual yang Berulang dan Intens: Individu dengan parafilia seringkali memiliki fantasi atau dorongan seksual yang tidak biasa dan terjadi secara terus-menerus.
  • Kesulitan Mengendalikan Dorongan: Individu tersebut mengalami kesulitan untuk menahan keinginan untuk melakukan perilaku seksual yang tidak biasa.
  • Gangguan dalam Kehidupan Sehari-hari: Perilaku atau dorongan seksual tersebut mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, atau aspek penting lainnya dalam kehidupan individu.
  • Melibatkan Korban yang Tidak Memberikan Persetujuan: Dalam beberapa kasus, tindakan seksual melibatkan individu yang tidak mampu atau tidak memberikan persetujuan.

Beberapa jenis gangguan parafilia yang umum meliputi:

  • Eksibisionisme: Dorongan untuk memperlihatkan alat kelamin kepada orang asing tanpa persetujuan.
  • Voyeurisme: Keinginan untuk mengintip orang lain yang sedang telanjang atau beraktivitas seksual tanpa sepengetahuan mereka.
  • Frotteurisme: Hasrat untuk menyentuh atau menggosokkan diri pada orang yang tidak menyadarinya.
  • Pedofilia: Ketertarikan seksual terhadap anak-anak yang belum mencapai pubertas.
  • Sadisme Seksual: Menikmati penderitaan fisik atau psikologis orang lain untuk mencapai kepuasan seksual.
  • Masokisme Seksual: Mencari penderitaan diri sendiri untuk mendapatkan kepuasan seksual.
  • Fetishisme: Ketertarikan seksual pada objek non-manusia tertentu.

Proses Hukum Berjalan, Sanksi Tegas Menanti

Saat ini, penyidik telah memeriksa 11 saksi yang terdiri dari korban, keluarga korban, perawat, dan ahli. Selain itu, tersangka Priguna Anugerah Pratama telah diberhentikan dari program PPDS Unpad. Surat Tanda Registrasi (STR) miliknya juga diajukan untuk dicabut oleh Kementerian Kesehatan.

Polda Jabar menegaskan bahwa pemeriksaan psikologis terhadap pelaku akan menjadi bagian krusial dalam proses hukum yang sedang berjalan. Hasil pemeriksaan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai kondisi psikologis tersangka dan menjadi pertimbangan dalam penjatuhan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran akan keamanan pasien di lingkungan rumah sakit. Pihak berwenang diharapkan dapat menangani kasus ini dengan tuntas dan memberikan efek jera bagi pelaku serta meningkatkan pengawasan terhadap tenaga medis untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.