Pertemuan Prabowo-Megawati di Teuku Umar: Analis Ungkap Dugaan Kesepakatan Politik Tingkat Tinggi

markdown

Pertemuan Prabowo-Megawati di Teuku Umar: Analis Ungkap Dugaan Kesepakatan Politik Tingkat Tinggi

Pertemuan antara Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, di kediaman Megawati di kawasan Teuku Umar, Jakarta Pusat, memicu berbagai spekulasi di kalangan pengamat politik. Pakar komunikasi politik, Hendri Satrio (Hensa), memberikan pandangannya terkait pertemuan tersebut, meyakini adanya kesepakatan politik yang dicapai antara kedua tokoh kunci tersebut.

Sinyal Kesepakatan Melalui Pengumuman Mendadak

Menurut Hensa, pengumuman resmi mengenai pertemuan tersebut oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menjadi indikasi kuat adanya 'deal' politik. Pengumuman yang disampaikan sehari setelah pertemuan, dinilai Hensa sebagai sinyal yang disengaja untuk mengkomunikasikan kepada publik bahwa telah terjadi sesuatu yang signifikan. Lebih lanjut, Hensa menyoroti bahwa pertemuan yang dilakukan secara mendadak semakin memperkuat dugaan adanya agenda penting yang dibahas.

"Jika tidak ada kesepakatan, pertemuan tersebut kemungkinan besar tidak akan diumumkan," ujar Hensa. "Pengumuman ini menunjukkan adanya kesepakatan yang ingin dikomunikasikan, sekaligus menjaga marwah dan dinamika politik yang ada."

Spekulasi Isi Kesepakatan: Lebih dari Sekadar Kekuasaan

Hensa menjelaskan bahwa kesepakatan politik yang terjalin tidak selalu berkaitan dengan penambahan kekuasaan semata. Dalam konteks pertemuan Prabowo-Megawati, kesepakatan tersebut bisa jadi berkaitan dengan upaya mempertahankan posisi atau pengaruh yang sudah ada.

"Kesepakatan politik tidak hanya soal memperluas kekuasaan, tetapi juga bisa tentang mempertahankan kuasa yang sudah dimiliki," jelas Hensa. Ia memberikan contoh konkret seperti posisi Puan Maharani sebagai Ketua DPR, yang tetap dipertahankan meskipun koalisi pendukung Prabowo memiliki kekuatan untuk mengubah Undang-Undang MD3. Contoh lain yang disebutkan adalah posisi Pramono Anung sebagai Gubernur, yang tetap aman tanpa adanya gangguan.

PDIP di Luar Pemerintahan: Bukan Penghalang Kesepakatan

Keputusan PDIP untuk tetap berada di luar pemerintahan pasca-pertemuan tersebut, menurut Hensa, tidak serta merta menafikan adanya kesepakatan politik. Ia berpendapat bahwa karakter PDIP justru lebih nyaman berada di luar pemerintahan, sehingga meskipun menjadi oposisi, bukan berarti tidak ada kesepakatan yang terjalin.

"PDIP justru merasa lebih leluasa jika berada di luar pemerintahan. Itu sudah menjadi karakter mereka," kata Hensa. "Jadi, meskipun mereka memilih oposisi, bukan berarti tidak ada 'deal' yang dicapai."

Bukan Intervensi Hukum

Hensa juga menegaskan bahwa kesepakatan politik yang terjadi dalam pertemuan tersebut tidak terkait dengan upaya intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan, khususnya terkait kasus yang melibatkan Hasto Kristiyanto. Ia meyakini bahwa Prabowo bukanlah tipe pemimpin yang akan mencampuri urusan hukum untuk mencapai tujuan politik.

"Prabowo bukan tipe yang akan melakukan intervensi hukum untuk mencapai kesepakatan politik. Jadi, jika ada pembicaraan dengan Ibu Mega, itu bukan soal kasus Hasto," tegasnya.

Saling Menghormati Tingkat Tinggi

Secara keseluruhan, Hensa menilai pertemuan Prabowo-Megawati mencerminkan adanya rasa saling menghormati yang tinggi antara kedua tokoh besar tersebut. Ia tetap meyakini bahwa pengumuman pertemuan oleh Dasco adalah sinyal kuat adanya kesepakatan tertentu.

"Ini levelnya berbeda. Prabowo dan Megawati memiliki cara menghormati yang jauh di atas dinamika politik biasa. Jika tidak ada apa-apa, mengapa harus diumumkan? Politik itu soal sinyal, dan sinyal ini sangat jelas," pungkasnya.