Skandal Seksual Dokter Priguna: DPR Soroti Kelemahan Sistemik dalam Pengawasan Tenaga Kesehatan

Skandal Seksual Dokter Priguna: DPR Soroti Kelemahan Sistemik dalam Pengawasan Tenaga Kesehatan

Kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter Priguna Anugerah P, seorang dokter spesialis, terhadap pasiennya di Bandung, Jawa Barat, telah berkembang menjadi perhatian serius di tingkat nasional. Terungkapnya jumlah korban yang bertambah menjadi tiga orang memicu reaksi keras dari anggota Komisi IX DPR RI, yang menyoroti adanya kelemahan sistemik dalam pengawasan dan etika profesi di lingkungan rumah sakit dan lembaga pendidikan kedokteran.

Anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi, menyampaikan keprihatinannya atas perkembangan kasus ini. Ia menyatakan bahwa pertambahan jumlah korban mengindikasikan masalah yang lebih dalam dan sistemik daripada yang diperkirakan sebelumnya. Kekhawatiran ini didasarkan pada potensi adanya korban lain yang belum berani melaporkan kejadian yang dialaminya.

"Kami di Komisi IX DPR RI sangat prihatin dengan informasi terbaru bahwa jumlah korban dalam kasus dugaan pemerkosaan oleh dokter Priguna bertambah menjadi tiga orang. Ini bukan sekadar memperparah situasi, tapi juga menandakan bahwa kasus ini mungkin jauh lebih sistemik dan serius dari yang kita bayangkan di awal," ujar Ashabul Kahfi.

Ashabul Kahfi mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan seluruh korban mendapatkan hak-haknya. Ia juga mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan institusi pendidikan kedokteran untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur terkait pendidikan spesialis.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, juga menyampaikan desakan serupa. Ia meminta Kemenkes untuk melakukan audit menyeluruh terhadap prosedur rekrutmen tenaga kesehatan hingga mekanisme pengaduan di layanan kesehatan. Langkah ini dianggap penting untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang.

"Sebagai mitra pengawas Kementerian Kesehatan, kami mendesak Kemenkes untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap prosedur rekrutmen, pengawasan, dan mekanisme pengaduan di fasilitas layanan kesehatan, baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta," kata Charles Honoris.

Kasus ini bermula dari laporan seorang wanita berinisial FH (21) yang mengaku menjadi korban pemerkosaan oleh dokter Priguna. Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan dua korban lain yang juga mengalami perlakuan serupa. Modus operandi yang digunakan oleh dokter Priguna adalah dengan memberikan dalih akan melakukan anestesi atau uji alergi terhadap obat bius sebelum melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap pasiennya.

Kombes Surawan, Dirkrimum Polda Jabar, mengungkapkan bahwa dua korban lainnya diperiksa dan mengakui menerima perlakuan yang sama dari tersangka. Kejadian pemerkosaan terhadap dua korban tersebut terjadi pada tanggal 10 dan 16 Maret di lokasi yang sama dengan korban FH.

Kasus ini menjadi sorotan tajam karena melibatkan seorang tenaga kesehatan yang seharusnya memberikan pelayanan dan perlindungan kepada pasiennya. Tindakan yang dilakukan oleh dokter Priguna dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap etika profesi dan kepercayaan masyarakat. DPR RI menegaskan bahwa tidak boleh ada toleransi terhadap tindakan keji ini dan pelaku harus dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku.

Berikut adalah poin-poin penting yang menjadi perhatian dalam kasus ini:

  • Pertambahan jumlah korban: Kasus ini tidak hanya melibatkan satu korban, tetapi telah berkembang menjadi tiga korban.
  • Modus operandi: Dokter Priguna menggunakan dalih medis untuk melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap pasiennya.
  • Kelemahan sistemik: Kasus ini mengungkap adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan etika profesi di lingkungan rumah sakit dan lembaga pendidikan kedokteran.
  • Desakan DPR RI: Komisi IX DPR RI mendesak Kemenkes dan institusi terkait untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah-langkah perbaikan.
  • Proses hukum: DPR RI mendukung penuh proses hukum terhadap pelaku dan memastikan seluruh korban mendapatkan hak-haknya.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak terkait untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan etika profesi di lingkungan kesehatan. Diharapkan, kejadian serupa tidak akan terulang kembali di masa mendatang dan masyarakat dapat kembali mempercayai tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan.