Indonesia Berupaya Menjadi Mediator di Tengah Ketegangan Perdagangan AS-China
Presiden Prabowo Subianto menegaskan posisi netral Indonesia di tengah meningkatnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Beliau menyatakan keinginan Indonesia untuk berperan sebagai penengah yang konstruktif dalam konflik ekonomi global ini.
"Kami menghormati semua negara. Kami memandang Tiongkok sebagai sahabat yang baik, dan kami juga menganggap Amerika Serikat sebagai teman," ujar Presiden Prabowo dalam keterangan pers di Antalya, Turki, yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden pada hari Sabtu, 12 Mei 2025. "Kami ingin menjadi jembatan, memfasilitasi dialog dan mencari solusi yang saling menguntungkan."
Eskalasi perang dagang antara AS dan Tiongkok ditandai dengan penerapan tarif impor yang semakin tinggi dari kedua belah pihak. Presiden Prabowo menyatakan harapannya agar kedua negara dapat mencapai kesepakatan yang mengakhiri ketidakpastian ekonomi global. "Saya sangat berharap mereka pada akhirnya dapat mencapai kesepakatan. Stabilitas dan prediktabilitas adalah kunci bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tambahnya.
Tindakan saling balas antara kedua negara adidaya ini menimbulkan kekhawatiran akan disrupsi rantai pasok global. Langkah AS menaikkan tarif impor dari Tiongkok sebesar 145% dibalas oleh Tiongkok dengan menaikkan tarif impor produk AS menjadi 125% dari sebelumnya 84%. Kebijakan ini, yang berlaku mulai 12 April 2025, merupakan respons langsung terhadap kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Kementerian Keuangan Tiongkok, dalam pernyataan yang dikutip dari CNBC pada hari Jumat, 11 April 2025, menyatakan bahwa "Jika AS terus mengenakan tarif yang lebih tinggi, hal itu tidak lagi masuk akal secara ekonomi dan akan menjadi preseden yang buruk dalam sejarah ekonomi dunia." Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam di Tiongkok terkait dampak jangka panjang dari perang dagang yang berkepanjangan.
Posisi Indonesia sebagai negara yang tidak memihak dalam konflik ini menempatkannya pada posisi yang strategis untuk memfasilitasi dialog dan mencari titik temu. Presiden Prabowo menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan kedua negara demi kepentingan nasional Indonesia dan stabilitas regional. Indonesia memiliki potensi untuk berperan aktif dalam diplomasi ekonomi dan membantu meredakan ketegangan antara AS dan Tiongkok.
Beberapa poin penting yang dapat ditarik dari situasi ini adalah:
- Dampak Perang Dagang: Perang dagang AS-China mengancam stabilitas ekonomi global dan berpotensi mengganggu rantai pasok.
- Posisi Indonesia: Indonesia mengambil posisi netral dan menawarkan diri sebagai jembatan antara kedua negara.
- Harapan Kesepakatan: Ada harapan agar AS dan China dapat mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang.
- Kekhawatiran Tiongkok: Tiongkok mengkritik kebijakan tarif AS dan memperingatkan konsekuensi ekonomi yang lebih luas.
- Peran Diplomatik Indonesia: Indonesia berpotensi memainkan peran penting dalam diplomasi ekonomi untuk meredakan ketegangan.
Dengan menjaga hubungan baik dengan kedua negara adidaya, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ekonomi yang muncul dan berkontribusi pada terciptanya perdamaian dan kemakmuran global.