Pengembangan Kasus Korupsi Disdik Jambi: Tiga Nama Baru Terindikasi Terlibat

Pengembangan Kasus Korupsi Pengadaan Alat SMK di Jambi: Polisi Mengincar Tiga Tersangka Baru

Tim penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Jambi terus mengembangkan kasus dugaan korupsi pengadaan alat praktik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jambi tahun anggaran 2021. Setelah menetapkan satu tersangka, ZH, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Disdik Jambi tahun 2021, kini polisi membidik tiga nama baru yang diduga kuat terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan negara miliaran rupiah ini.

"Saat ini, kami tengah melakukan penyidikan terhadap tiga Laporan Polisi (LP) tambahan, selain satu LP yang sudah menetapkan tersangka," ungkap Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi, AKBP Taufik Nurmandia, dalam keterangan persnya, Jumat (11/4/2025).

Ketiga orang yang menjadi target penyidikan dan berpotensi menjadi tersangka adalah:

  • RWS: Diduga berperan sebagai broker atau penghubung antara pihak Disdik Jambi dengan para penyedia barang dan jasa. Peran RWS krusial dalam memfasilitasi kesepakatan fee yang menjadi salah satu modus operandi korupsi ini.
  • ES: Direktur PT TDI, salah satu perusahaan penyedia barang dan jasa yang terlibat dalam pengadaan tersebut.
  • WS: Owner PT ILP, perusahaan lain yang juga berperan sebagai penyedia barang dan jasa.

Penyidik juga tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dari internal Disdik Jambi. AKBP Taufik menambahkan bahwa pihaknya masih mendalami peran Kepala Dinas yang menjabat pada saat terjadinya tindak pidana korupsi ini. "Untuk peran Kepala Dinas, masih dalam pendalaman dan akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," tegasnya.

Kronologi dan Modus Operandi Korupsi

Kasus ini bermula dari pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN tahun anggaran 2021. Pada Maret 2021, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdik Jambi mengajukan dana DAK ke Kementerian Pendidikan sebesar Rp 180 miliar, yang dialokasikan untuk pengadaan barang bagi SMK dan SMA. Dari total anggaran tersebut, Rp 51 miliar diperuntukkan bagi SMA dan Rp 122 miliar lebih untuk SMK. Fokus penyidikan saat ini adalah pada alokasi dana untuk SMK.

Modus operandi yang digunakan dalam tindak pidana korupsi ini adalah mark-up harga pengadaan barang dan fee proyek. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 21,89 miliar.

AKBP Taufik menjelaskan bahwa tersangka ZH, selaku PPK, bersekongkol dengan pihak ketiga (penyedia barang dan jasa) untuk mendapatkan fee dari pengadaan barang. "Dengan adanya dana Rp 122 miliar, terjadi kesepakatan dan pertemuan yang melibatkan fee sebesar 17 persen antara PPK dan pihak penyedia jasa melalui broker," paparnya.

Dari pertemuan tersebut, disepakati mark-up harga pengadaan alat-alat praktik SMK. Lebih ironisnya, meskipun harga sudah dinaikkan secara signifikan, banyak barang yang tidak sesuai spesifikasi dan tidak dapat digunakan oleh siswa SMK.

"Kualitas barang tidak sesuai. Setelah kami memanggil ahli dari ITS dan melakukan pengecekan sampel barang di SMK-SMK di Provinsi Jambi, ternyata semua barang itu tidak bisa dipakai, tidak laik pakai. Jadi, sejak pengadaan tahun 2021 hingga sekarang, barang-barang tersebut belum bisa dimanfaatkan," ungkap AKBP Taufik.

Barang-barang yang dimaksud adalah alat praktik SMK, mulai dari mesin cuci hingga peralatan kecantikan. Meskipun sebagian besar barang tidak terpakai, barang-barang tersebut masih tersimpan di sekolah.

"Barang masih tetap di sekolah, dan rencananya akan kami lakukan penyitaan. Jika kami ambil semua, sekolah tidak bisa memanfaatkan. Banyak barang, ada mesin cuci, peralatan untuk cuci muka, facial, dan peralatan untuk SMK lainnya," pungkasnya. Penyidikan lebih lanjut akan dilakukan untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dan menelusuri aliran dana hasil korupsi.