Kebijakan Efisiensi Anggaran Pemerintah Ancam Pertumbuhan Industri Mebel Nasional
Kebijakan Efisiensi Anggaran Pemerintah Ancam Pertumbuhan Industri Mebel Nasional
Industri mebel nasional tengah menghadapi tantangan signifikan akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah. Pemangkasan anggaran pemerintah, yang sebelumnya rutin mengalokasikan dana untuk pengadaan mebel untuk fasilitas pendidikan dan perkantoran, berdampak langsung pada penurunan permintaan domestik dan menghambat ekspansi bisnis, khususnya bagi industri mebel skala kecil dan menengah. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, di sela-sela pameran Indonesia International Furniture Expo di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Sobur menjelaskan bahwa program fasilitasi pameran internasional yang selama ini menjadi andalan industri mebel untuk menembus pasar global, kini terancam. Biaya partisipasi dalam pameran internasional yang sangat tinggi membuat industri mebel, terutama yang masih berkembang, sangat bergantung pada dukungan pemerintah. Penghentian atau pengurangan dukungan tersebut secara langsung membatasi peluang ekspansi ke pasar internasional yang menjanjikan, seperti pasar di Timur Tengah. "Keikutsertaan kita dalam pameran di Dubai, misalnya, sangat bergantung pada dukungan pemerintah. Tanpa dukungan tersebut, rencana partisipasi kita terpaksa dibatalkan," ungkap Sobur. Padahal, lanjut Sobur, pameran internasional merupakan kunci untuk menjangkau pasar baru dan meningkatkan daya saing produk mebel Indonesia di kancah global.
Dampak kebijakan efisiensi anggaran ini diperkirakan cukup signifikan. Sobur memperkirakan penurunan permintaan domestik dapat mencapai 50 persen. Angka ini cukup mengkhawatirkan mengingat ekspor mebel Indonesia sebelumnya hampir setara dengan nilai penjualan domestik. "Jika sebelumnya nilai ekspor dan penjualan domestik hampir sama, misalnya sekitar 2 miliar dollar AS, maka dengan penurunan permintaan dalam negeri, total nilai penjualan kita bisa turun drastis," jelasnya. Kondisi ini tentu menjadi pukulan telak bagi industri mebel yang sedang berjuang untuk tetap bertahan dan berkembang di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Industri mebel skala kecil dan menengah, yang masih dalam tahap pengembangan, sangat rentan terhadap dampak kebijakan ini. Berbeda dengan perusahaan besar yang telah memiliki jaringan pasar yang luas di Asia dan Timur Tengah, industri mebel kecil dan menengah sangat membutuhkan dukungan pemerintah untuk dapat bersaing. Kehilangan akses ke pendanaan dan program fasilitasi pemerintah dapat mengancam keberlangsungan usaha mereka dan berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Meskipun demikian, Sobur tetap optimistis dengan potensi industri mebel Indonesia. Keberagaman bahan baku unggulan, seperti kayu jati, rotan, bambu, kayu mahoni, dan berbagai serat anyaman, menjadi daya tarik tersendiri bagi pasar internasional. Indonesia perlu mencari solusi untuk mengatasi dampak kebijakan efisiensi anggaran ini agar industri mebel tetap dapat tumbuh dan berkembang, serta tetap menjadi salah satu sektor unggulan ekonomi nasional. Pemerintah diharapkan dapat menemukan formula yang tepat agar efisiensi anggaran tidak mengorbankan sektor industri yang memiliki potensi besar seperti industri mebel.
Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:
- Penurunan permintaan domestik akibat pemangkasan anggaran pemerintah.
- Terhambatnya ekspansi industri mebel ke pasar internasional.
- Dampak signifikan bagi industri mebel skala kecil dan menengah.
- Pentingnya dukungan pemerintah bagi industri mebel nasional.
- Potensi besar industri mebel Indonesia dengan beragam bahan baku unggulan.