Indonesia Tegaskan Penerimaan Warga Gaza Bukan Relokasi Permanen, Fokus pada Bantuan Kemanusiaan Sementara
Pemerintah Indonesia secara tegas membantah anggapan bahwa penerimaan sementara warga Gaza, terutama korban luka dan anak-anak yatim piatu, merupakan upaya relokasi permanen. Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, menyampaikan pernyataan ini untuk merespon kekhawatiran yang muncul terkait potensi pemindahan permanen warga Palestina dari tanah air mereka.
"Keberadaan mereka di Indonesia adalah sementara dan tidak ada maksud untuk merelokasi rakyat Palestina dari tanah mereka," tegas Sugiono, Kamis (10/4/2025). Pernyataan ini menekankan komitmen Indonesia untuk membantu rakyat Palestina tanpa mengubah status kependudukan mereka.
Inisiatif kemanusiaan ini sejalan dengan upaya serupa yang dilakukan oleh negara-negara lain di kawasan Timur Tengah, seperti Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Turki. Negara-negara tersebut juga telah menerima pengungsi Palestina sebagai bagian dari misi kemanusiaan yang lebih luas. Sugiono menekankan bahwa evakuasi akan dilakukan hanya setelah mendapatkan persetujuan dari semua pihak terkait, termasuk Otoritas Palestina, untuk memastikan proses yang transparan dan bertanggung jawab.
Rencana evakuasi ini mencuat setelah Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan kesiapannya untuk mengevakuasi sementara warga Gaza yang terluka dan anak-anak yatim piatu guna mendapatkan perawatan medis dan pemulihan trauma di Indonesia. Prabowo bahkan menyatakan kesiapannya untuk mengirim pesawat dan menjemput hingga 1.000 warga Gaza dalam tahap pertama evakuasi.
"Kami siap menerima korban yang terluka," kata Prabowo, sebelum bertolak ke Timur Tengah dalam kunjungan kenegaraan.
Meski dilandasi niat kemanusiaan, rencana ini memicu diskusi dan komentar dari berbagai pihak. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas, mempertanyakan motif di balik inisiatif tersebut, mengaitkannya dengan spekulasi tentang rencana Amerika Serikat dan Israel untuk mengosongkan Gaza.
"Pertanyaannya, untuk apa Indonesia ikut-ikutan mendukung rencana Israel dan Amerika tersebut? Bukankah Israel dan Donald Trump sudah menyampaikan keinginannya untuk mengosongkan Gaza?" kata Anwar Abbas.
Ketua Bidang Keagamaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Gus Fahrur, juga menolak segala bentuk relokasi permanen warga Gaza ke luar negeri. Meski demikian, ia tidak menutup kemungkinan evakuasi sementara untuk alasan medis. Namun, Gus Fahrur menyarankan agar perawatan dilakukan di kawasan yang lebih dekat dengan Palestina.
"Mungkin sebaiknya tetap dirawat di Gaza dan negara sekitar sana agar mudah kembali beraktivitas ketika sudah pulih," ujarnya. Ia menambahkan bahwa jarak ke Indonesia bisa menjadi kendala, termasuk perbedaan bahasa dan budaya, serta biaya yang lebih tinggi.
Presiden Prabowo kembali menegaskan bahwa warga Gaza yang dievakuasi ke Indonesia hanya akan tinggal sementara dan akan dikembalikan ke Gaza setelah kondisi memungkinkan.
"Syarat pertama adalah adanya persetujuan dari semua pihak. Mereka akan berada di sini sementara waktu, hingga pulih. Setelah situasi di Gaza membaik, mereka harus kembali. Oleh karena itu, saya harus berkonsultasi dengan para pemimpin kawasan," tegas Prabowo.
Langkah ini, menurut Prabowo, adalah wujud nyata komitmen Indonesia dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina melalui bantuan kemanusiaan dan diplomasi. Indonesia berupaya memberikan kontribusi positif dalam meringankan penderitaan warga Gaza tanpa mengubah status kependudukan mereka. Pemerintah terus menjalin komunikasi dengan berbagai pihak terkait untuk memastikan bahwa bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi rakyat Palestina.