Diplomasi Nuklir: Iran dan AS Memulai Negosiasi Tidak Langsung di Oman di Tengah Ketegangan Tinggi

Diplomasi Nuklir di Tengah Bayang-Bayang Konflik: Iran dan AS Tempuh Jalur Negosiasi di Oman

Muscat, Oman - Di tengah meningkatnya kekhawatiran global mengenai program nuklir Iran, Menteri Luar Negeri Iran, yang saat itu dijabat oleh Abbas Araghchi, telah tiba di Muscat, Oman pada hari Sabtu, 12 April 2025, untuk memulai serangkaian perundingan tidak langsung dengan Amerika Serikat. Pertemuan ini berlangsung di bawah bayang-bayang ancaman aksi militer, memperumit upaya diplomatik untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

"Tujuan kami adalah untuk mencapai kesepakatan yang adil dan terhormat, berdasarkan prinsip kesetaraan," tegas Araghchi dalam pernyataan yang disiarkan oleh televisi pemerintah Iran. Pernyataan ini menggarisbawahi posisi Iran dalam negosiasi yang sangat sensitif ini.

Fokus utama Iran dalam perundingan ini adalah pelonggaran sanksi ekonomi yang telah melumpuhkan negaranya. Sanksi-sanksi ini, yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dan sekutunya, telah menyebabkan kesulitan ekonomi yang signifikan bagi rakyat Iran. Teheran berharap bahwa melalui diplomasi, mereka dapat mencapai kesepakatan yang akan memungkinkan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.

Namun, perundingan ini tidak lepas dari tantangan. Iran telah berulang kali mengecam kampanye "tekanan maksimum" yang dilancarkan oleh pemerintahan Presiden AS saat itu, Donald Trump, yang melibatkan peningkatan sanksi dan ancaman tindakan militer. Meskipun demikian, Iran setuju untuk terlibat dalam perundingan, menunjukkan kesediaan untuk mencari solusi diplomatik.

Amerika Serikat, di sisi lain, bertujuan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Bekerja sama dengan sekutunya, termasuk Israel, AS berupaya untuk memastikan bahwa program nuklir Iran tetap damai dan tidak digunakan untuk tujuan militer. Perbedaan mendasar dalam tujuan ini telah menyebabkan ketegangan yang signifikan antara kedua negara.

Salah satu poin utama perselisihan adalah format perundingan. Amerika Serikat menginginkan perundingan langsung dengan Iran, sementara Iran lebih memilih pendekatan tidak langsung melalui mediator. Akhirnya, disepakati bahwa perundingan akan dilakukan secara tidak langsung, dengan Oman bertindak sebagai perantara.

Setelah tiba di Muscat, Araghchi segera mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Oman, Badr bin Hamad Al Busaidi. Dalam pertemuan tersebut, Araghchi menyampaikan posisi Iran mengenai perundingan tersebut, yang kemudian akan disampaikan kepada pihak Amerika Serikat oleh Menteri Al Busaidi. Kementerian Luar Negeri Iran menggambarkan pertemuan ini sebagai kesempatan untuk "memberikan dasar dan posisi Iran pada pembicaraan tersebut kepada menteri luar negeri Oman untuk disampaikan kepada pihak lain."

Amerika Serikat diwakili oleh utusan khusus Presiden Trump, Steve Witkoff, yang memimpin tim AS di Oman. Witkoff menegaskan bahwa posisi AS adalah bahwa Iran harus sepenuhnya menghentikan program nuklirnya. Pernyataan ini menggarisbawahi tuntutan kuat yang diajukan oleh Amerika Serikat sebagai prasyarat untuk mencapai kesepakatan.

Beberapa jam sebelum perundingan dimulai, Presiden Trump menyampaikan pernyataan kepada wartawan, menyatakan harapannya agar Iran menjadi "negara yang luar biasa, hebat, dan bahagia." Namun, dia menekankan bahwa Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir. Pernyataan ini mencerminkan pendekatan ganda Amerika Serikat, yang bertujuan untuk mencegah proliferasi nuklir sambil juga menyatakan keinginan untuk hubungan yang lebih baik dengan Iran.

Sementara itu, penasihat pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, Ali Shamkhani, menyatakan bahwa Teheran "mencari kesepakatan yang nyata dan adil." Dia menambahkan bahwa "proposal yang penting dan dapat dilaksanakan sudah siap," menunjukkan bahwa Iran siap untuk membuat konsesi untuk mencapai kesepakatan.

Perundingan di Oman merupakan upaya penting untuk mengatasi ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat dan untuk menemukan solusi diplomatik untuk krisis nuklir Iran. Namun, dengan perbedaan yang signifikan antara kedua belah pihak, hasil perundingan tetap tidak pasti. Dunia mengawasi dengan cermat, berharap bahwa diplomasi akan menang dan bahwa konflik lebih lanjut dapat dihindari.