Kabar Baik! Batas Penghasilan Penerima Subsidi Rumah Jabodetabek Naik Signifikan
Pemerintah secara resmi mengumumkan kenaikan batas penghasilan maksimal bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) untuk dapat mengakses program subsidi perumahan. Kebijakan ini diharapkan dapat memperluas jangkauan program dan memberikan kesempatan lebih besar bagi masyarakat untuk memiliki rumah layak huni.
Ketetapan baru ini menetapkan batas penghasilan MBR di Jabodetabek menjadi Rp 14 juta untuk mereka yang telah menikah, dan Rp 12 juta bagi yang masih berstatus lajang. Angka ini merupakan peningkatan signifikan dari batas sebelumnya yang hanya sebesar Rp 8 juta untuk yang sudah menikah dan Rp 7 juta untuk yang belum menikah. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, menyampaikan bahwa perubahan ini telah disetujui dan akan segera diimplementasikan.
"Kami sepakat bahwa untuk wilayah Jabodetabek, batas penghasilan bagi mereka yang single adalah Rp 12 juta, sementara bagi yang sudah menikah menjadi Rp 14 juta," ungkap Menteri Maruarar di Jakarta, Sabtu (12/4/2025). Ia menambahkan bahwa keputusan ini diambil setelah melalui perhitungan yang cermat oleh Badan Pusat Statistik (BPS), memastikan bahwa angka yang ditetapkan realistis dan sesuai dengan kondisi ekonomi terkini.
Kenaikan batas penghasilan ini dipandang sebagai angin segar bagi banyak pihak. Maruarar Sirait meyakini bahwa kebijakan ini akan membuka pintu bagi lebih banyak masyarakat untuk mendapatkan manfaat dari program subsidi perumahan. Dengan batas penghasilan yang lebih tinggi, semakin banyak keluarga dan individu yang memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan.
Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho, turut menyambut baik perubahan ini. Ia menyoroti tantangan yang dihadapi masyarakat perkotaan dalam mengakses perumahan, terutama rumah tapak, yang harganya terus melonjak. Bahkan, rumah susun pun tidak selalu menjadi solusi terjangkau karena biaya pembangunan yang tinggi.
"Dengan batas penghasilan Rp 8 juta, sulit bagi masyarakat untuk mencicil rumah susun. Namun, dengan kenaikan menjadi Rp 14 juta, segmen masyarakat yang lebih luas, termasuk para pekerja atau buruh, memiliki peluang untuk mendapatkan akses perumahan yang layak," jelas Heru.
Heru juga menjelaskan tentang fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) yang dapat dimanfaatkan oleh MBR. Program ini menawarkan sejumlah keuntungan, antara lain:
- KPR FLPP hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang belum pernah menerima subsidi perumahan sebelumnya.
- Tenor kredit yang ditawarkan mencapai 20 tahun, memberikan fleksibilitas bagi debitur dalam mengatur keuangan mereka.
- Suku bunga tetap sebesar 5 persen selama masa pinjaman, memberikan kepastian dan stabilitas dalam pembayaran angsuran.
- Uang muka yang sangat terjangkau, hanya 1 persen dari harga rumah untuk wilayah Jabodetabek.
- Angsuran bulanan sudah termasuk perlindungan asuransi jiwa, kebakaran, dan kredit, memberikan rasa aman dan nyaman bagi debitur.
Heru menambahkan bahwa jika debitur meninggal dunia, otomatis kredit dianggap lunas, sehingga meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.
Lebih lanjut, Heru menjelaskan spesifikasi rumah subsidi yang tersedia. Rumah subsidi umumnya memiliki luas bangunan antara 21 hingga 36 meter persegi, dengan luas tanah minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Namun, ia mengakui bahwa mencari lahan dengan luas yang ideal di Jawa, khususnya di Jabodetabek, semakin sulit.
"Rata-rata luas tanah di Jawa adalah 60 meter persegi. Mencari tanah sekarang sudah sangat sulit," pungkas Heru. Kenaikan batas penghasilan ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah impian mereka di tengah tantangan ekonomi dan keterbatasan lahan yang semakin meningkat.