Polemik Sidak Berujung Laporan: Pengusaha Surabaya Minta Maaf, Tudingan Pencemaran Nama Baik Terhadap Wawali Armuji Berlanjut
Polemik Sidak Berujung Laporan: Pengusaha Surabaya Minta Maaf, Tudingan Pencemaran Nama Baik Terhadap Wawali Armuji Berlanjut
Surabaya, Jawa Timur – Gelombang kontroversi yang melibatkan Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, dan seorang pengusaha bernama Jan Hwa Diana terus bergulir. Diana, pemilik perusahaan yang gudangnya baru-baru ini disidak oleh Armuji, menyampaikan permohonan maaf kepada publik atas kegaduhan yang timbul akibat insiden tersebut. Permohonan maaf ini disampaikan di tengah keputusannya untuk tetap melanjutkan proses hukum terhadap Armuji atas dugaan pencemaran nama baik.
"Saya minta maaf atas kegaduhan yang terjadi di Surabaya," ujar Diana dalam pernyataan yang disampaikan di Surabaya Barat, Sabtu (12/04/2025). Meski demikian, ia menegaskan bahwa laporan yang telah dilayangkannya ke Polda Jawa Timur tidak akan dicabut. Laporan tersebut didasarkan pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan tuduhan bahwa Armuji telah mencemarkan nama baiknya melalui unggahan video sidak di media sosial.
Akar Permasalahan: Penahanan Ijazah dan Sidak Kontroversial
Konflik ini bermula dari pengaduan seorang mantan karyawan perusahaan milik Diana yang mengaku ijazah aslinya ditahan setelah mengundurkan diri. Karyawan tersebut kemudian mengadukan masalahnya kepada Armuji, yang kemudian melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang perusahaan CV SS di kawasan Margomulyo, Surabaya. Armuji mengklaim bahwa kedatangannya bertujuan untuk meminta pihak perusahaan mengembalikan ijazah karyawan tersebut secara baik-baik, namun tidak mendapat respons yang memuaskan.
Setelah sidak tersebut, Armuji mengunggah video kegiatannya ke platform TikTok. Unggahan ini dengan cepat memicu reaksi keras dari publik terhadap perusahaan milik Diana. Diana merasa bahwa video tersebut telah menggiring opini publik secara negatif terhadap dirinya dan perusahaannya. Ia membantah tuduhan penahanan ijazah dan merasa menjadi korban dari opini publik yang terbentuk akibat unggahan tersebut.
Penolakan Mediasi dan Fokus pada Proses Hukum
Diana mengungkapkan bahwa ia sempat menerima saran dari berbagai pihak untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. Namun, ia menolak tawaran tersebut karena merasa tersinggung dengan pernyataan Armuji dalam video yang diunggah. Ia mengutip pernyataan Armuji yang dinilai menyiratkan bahwa dirinya kebal hukum, yang menurutnya tidak sesuai dengan kenyataan.
"Saya sebenarnya banyak yang ngomong, 'sudahlah damai aja', ya tapi yang saya bingungkan itu loh, bagaimana mau damai? Di perkataan terakhirnya itu loh, 'jangan sampai orang ini kebal hukum'," ujarnya. Diana menegaskan bahwa ia adalah orang kecil yang merasa dirugikan dan digiring opininya oleh pihak lain.
Atas dasar tersebut, Diana memutuskan untuk tetap melanjutkan proses hukum dengan melaporkan Armuji ke Polda Jawa Timur pada Kamis (10/04/2025). Ia melaporkan Armuji atas dugaan pelanggaran Pasal 27A Jo Pasal 45 ayat (4) UU ITE, dengan tuduhan bahwa unggahan video tersebut telah menyebabkan kerugian material dan immaterial bagi dirinya.
Bantahan dan Tuduhan Balik
Diana secara tegas membantah tuduhan bahwa perusahaannya menahan ijazah mantan karyawannya. Ia mengklaim bahwa masalah ini telah disalahartikan dan bahwa ia menjadi korban dari opini publik yang terbentuk akibat unggahan video Armuji. Kasus ini kini memasuki babak baru dengan laporan polisi yang dilayangkan Diana terhadap Wakil Wali Kota Surabaya tersebut.
Inti Permasalahan:
- Pengaduan Karyawan: Mantan karyawan mengadu kepada Wawali Armuji terkait penahanan ijazah.
- Sidak Wawali: Armuji melakukan sidak ke perusahaan terkait pengaduan tersebut.
- Unggahan Video: Armuji mengunggah video sidak ke media sosial, memicu reaksi publik.
- Laporan Polisi: Pengusaha melaporkan Armuji atas dugaan pencemaran nama baik.
- Penolakan Damai: Pengusaha menolak mediasi dan memilih melanjutkan proses hukum.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan tentang etika pejabat publik dalam menanggapi pengaduan masyarakat, serta batasan kebebasan berpendapat di media sosial.