Skandal Suap Ekspor CPO: Mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Jadi Tersangka, Diduga Libatkan Tiga Konglomerasi Besar
Skandal Suap Ekspor CPO: Mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Jadi Tersangka, Diduga Libatkan Tiga Konglomerasi Besar
Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia terus melakukan pendalaman terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO). Terkini, mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait fasilitas ekspor CPO yang melibatkan tiga perusahaan besar.
Menurut Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik menemukan bukti yang cukup terkait dugaan tindak pidana suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain Arif Nuryanta, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu Panitera Muda Perdata Jakarta Utara berinisial WG, Kuasa Hukum Korporasi Marcella Santoso, dan seorang advokat berinisial AR. Keempatnya diduga kuat terlibat dalam praktik korupsi melalui suap dan gratifikasi untuk memengaruhi putusan perkara yang dihadapi oleh tiga korporasi besar.
Identitas Tersangka dan Peran Masing-Masing
Berikut adalah identitas lengkap para tersangka beserta peran yang diduga dilakukan dalam kasus ini:
- Muhammad Arif Nuryanta: Mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, diduga menerima suap untuk memengaruhi putusan perkara.
- WG: Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, diduga berperan sebagai perantara suap.
- Marcella Santoso: Kuasa Hukum Korporasi, diduga memberikan suap untuk memenangkan perkara korporasi yang diwakilinya.
- AR: Advokat, diduga terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan praktik suap.
Ketiga perusahaan besar yang disebut terlibat dalam kasus ini adalah:
- Wilmar Group
- Permata Hijau Group
- Musim Mas Group
Kronologi Kasus dan Pembebasan Tuntutan di Pengadilan
Kasus ini bermula dari dugaan pemberian fasilitas ekspor CPO yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada periode Januari 2021 hingga Maret 2022. Pada tanggal 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membebaskan ketiga korporasi tersebut dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa para terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, namun perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai tindak pidana. Hal ini menimbulkan kontroversi dan kecurigaan adanya praktik suap dalam proses peradilan.
Tuntutan Awal JPU dan Ancaman Pidana
Sebelumnya, JPU menuntut para terdakwa dengan tuntutan yang cukup berat, termasuk pembayaran denda dan uang pengganti dalam jumlah yang sangat besar. Berikut rincian tuntutan JPU terhadap masing-masing korporasi:
- PT Wilmar Group: Denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 11.880.351.802.619. Jika tidak dibayarkan, harta Direktur Tenang Parulian dapat disita dan dilelang, dengan ancaman pidana penjara selama 19 tahun.
- Permata Hijau Group: Denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 937.558.181.691,26. Jika tidak dibayarkan, harta David Virgo selaku pengendali korporasi dapat disita, dengan ancaman pidana penjara selama 12 bulan.
- Musim Mas Group: Denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 4.890.938.943.794,1. Jika tidak dibayarkan, harta para pengendali Musim Mas Group, termasuk Ir. Gunawan Siregar selaku Direktur Utama, akan disita untuk dilelang, dengan ancaman pidana penjara masing-masing selama 15 tahun.
Para terdakwa dijerat dengan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001. Penetapan tersangka ini menandai babak baru dalam upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya dalam sektor komoditas strategis seperti CPO. Kejagung diharapkan dapat mengungkap seluruh jaringan yang terlibat dalam skandal suap ini dan membawa para pelaku ke pengadilan.