Tarif Air Jakarta Jadi Sorotan: Legislator PSI Desak Revisi Pergub Demi Keadilan Warga

Tarif Air Jakarta Jadi Sorotan: Legislator PSI Desak Revisi Pergub Demi Keadilan Warga

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Francine Widjojo, mengangkat isu krusial terkait kenaikan tarif air yang dikelola oleh PAM Jaya. Isu ini didorong untuk segera dituntaskan dan menjadi bagian penting dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) tahun 2025 mendatang.

Francine menekankan pentingnya pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Permendagri 18 Tahun 2020. Secara khusus, ia menyoroti Keputusan Gubernur (Kepgub) 730 Tahun 2024 yang mengatur tarif air PAM Jaya, yang dinilai problematik dan merupakan turunan dari Pergub 37 Tahun 2024.

Cacat Formil dan Materil dalam Kenaikan Tarif

Francine menilai bahwa kenaikan tarif air yang diatur dalam Pergub Nomor 37 Tahun 2024 memiliki masalah dari sisi formil dan materil. Ia menjelaskan bahwa aturan tersebut tidak memiliki landasan hukum yang kuat. "Kenaikan tarif air minum PAM Jaya dalam Kepgub 730 Tahun 2024 cacat formil karena tidak memiliki landasan hukum," tegasnya. Menurutnya, tidak ditemukan adanya Kepgub di tahun 2023 yang mengatur tarif batas atas dan batas bawah air minum dengan rentang Rp 21.000 hingga Rp 23.000/m3.

Selain masalah legalitas formal, Francine juga menyoroti adanya cacat materil dalam penerapan tarif. Ia mencontohkan kasus pelanggan apartemen dan kondominium yang seharusnya dikelompokkan sebagai pelanggan hunian K II, namun justru ditempatkan dalam kelompok pelanggan industri/niaga K III. Akibatnya, mereka mengalami kenaikan tarif yang signifikan, mencapai hingga 71,3 persen, yang memberatkan para penghuni.

Pelanggaran Tarif Batas Atas dan Dampak Bagi Warga

Francine menegaskan bahwa kenaikan tarif air bersih ini melanggar ketentuan mengenai tarif batas atas air minum PAM Jaya. Merujuk pada Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024, tarif seharusnya tidak melebihi Rp 20.269/m3. Namun, pelanggan di kelompok K III harus membayar lebih mahal, yaitu antara Rp 21.500/m3 hingga Rp 23.000/m3. Ia juga menyoroti kasus apartemen Mediterania Marina Residence di Ancol, di mana warga harus membayar lebih tinggi dari tarif batas atas, yaitu Rp 25.800/m3, ditambah biaya administrasi 20 persen, sehingga totalnya mencapai Rp 30.960/m3.

Francine mengingatkan bahwa Ancol merupakan salah satu pelanggan terbesar PAM Jaya dan mitra dalam sinergi BUMD. Namun, penetapan tarif yang tinggi justru merugikan penghuni apartemen dan berpotensi mengganggu keberlangsungan bisnis di kawasan Ancol.

Rekomendasi Perubahan Kepgub Demi Keadilan

Untuk mengatasi permasalahan ini, Francine mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk segera mengubah Kepgub 730 Tahun 2024, paling lambat tahun ini. Tujuannya adalah untuk melindungi warga Jakarta dari kerugian dan memastikan terpenuhinya Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB). "Kami merekomendasikan Kepgub 730 Tahun 2024 yang merupakan peraturan pelaksana dari Pergub 37 Tahun 2024 diubah selambat-lambatnya tahun ini agar menjadi bagian dari LKPJ 2025," ujarnya. Ia menekankan bahwa air adalah kebutuhan dasar dan vital bagi warga Jakarta, sehingga perlu dikelola dengan bijak dan adil.

Rekomendasi Tindakan:

  • Revisi Kepgub 730 Tahun 2024 secepatnya.
  • Peninjauan ulang pengelompokan tarif pelanggan, khususnya apartemen dan kondominium.
  • Sosialisasi yang transparan kepada masyarakat mengenai perubahan tarif.
  • Evaluasi dampak kenaikan tarif terhadap perekonomian warga dan bisnis di Jakarta.