Ketua PN Jakarta Selatan Ditahan KPK Terkait Suap Kasus Ekspor CPO, Ekspresi Tanpa Kata Terpancar

Ketua PN Jakarta Selatan Ditahan KPK Terkait Suap Kasus Ekspor CPO, Ekspresi Tanpa Kata Terpancar

Jakarta - Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, kini mendekam di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap terkait pengkondisian perkara fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Penangkapan Arif menjadi sorotan tajam, tidak hanya karena jabatannya yang strategis dalam lembaga peradilan, tetapi juga karena ekspresi datar yang ia tunjukkan saat digiring menuju mobil tahanan pada Sabtu (12/4/2025) dini hari.

Arif, yang mengenakan rompi tahanan berwarna merah muda, keluar dari gedung pemeriksaan KPK sekitar pukul 23.54 WIB. Sorot mata awak media langsung tertuju padanya. Berondongan pertanyaan dilontarkan, namun Arif memilih bungkam. Topi putih yang dikenakannya seolah menjadi tameng untuk menyembunyikan emosi, namun tatapan datarnya tetap terpancar. Bahkan, kilatan lampu kamera pun tak mampu mengusik ketenangannya yang tampak dingin. Kepala Arif sedikit tertunduk saat berjalan menuju mobil tahanan, menghindari kontak mata langsung dengan para jurnalis yang berusaha mendapatkan komentarnya.

Momen ketika Arif hendak memasuki mobil tahanan sempat diwarnai sedikit kericuhan karena desakan awak media. Namun, petugas keamanan dengan sigap mengawal Arif hingga ia berhasil masuk ke dalam kendaraan yang akan membawanya menuju sel tahanan. Arif tidak sendirian dalam kasus ini. KPK juga menetapkan tiga tersangka lain, yaitu:

  • Wahyu Gunawan (WG), Panitera Muda Perdata Jakarta Utara
  • Marcella Santoso (MS), Kuasa Hukum Korporasi
  • Ariyanto (AR), Advokat

Keempat tersangka tersebut langsung ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. KPK menduga Arif menerima suap sebesar Rp 60 miliar dari MS dan AR melalui WG. Tujuannya adalah untuk memengaruhi putusan perkara yang melibatkan tiga korporasi agar dinyatakan bukan sebagai tindak pidana atau ontslag. WG, yang disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Arif, diduga menjadi perantara dalam transaksi haram ini.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal-pasal berlapis dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berikut adalah pasal yang disangkakan kepada masing-masing tersangka:

  • WG: Pasal 12 huruf a juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
  • MS dan AR: Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
  • Arif (MAN): Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 12 huruf a jo. Pasal 12 huruf b jo. Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia peradilan Indonesia, dan menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap integritas para penegak hukum. Penetapan tersangka dan penahanan Ketua PN Jakarta Selatan ini diharapkan menjadi momentum untuk membersihkan praktik-praktik koruptif yang merusak citra lembaga peradilan dan kepercayaan masyarakat.