IDI Pertanyakan Pengawasan Obat Bius dalam Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di RSHS

IDI Soroti Lemahnya Pengawasan Obat Bius di RSHS Terkait Dugaan Kekerasan Seksual

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) angkat bicara terkait kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Ketua Umum IDI, dr. Slamet Budiarto, menekankan pentingnya evaluasi terhadap pengawasan obat bius yang digunakan dalam proses pelayanan medis di rumah sakit.

Menurut dr. Slamet, setiap fasilitas kesehatan, termasuk RSHS, seharusnya memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ketat dan dipatuhi dalam setiap tahapan pelayanan. SOP ini mencakup proses administrasi, pemeriksaan pasien, hingga pemberian obat-obatan, termasuk obat bius. Kejanggalan muncul ketika dugaan kekerasan seksual bisa terjadi di lingkungan rumah sakit, yang mengindikasikan adanya potensi kelalaian dalam pengawasan.

"Dalam setiap proses pelayanan, terutama yang melibatkan penggunaan obat-obatan seperti obat bius, pencatatan yang detail dan akurat sangatlah krusial," ujar dr. Slamet. "Mulai dari pemeriksaan awal, pengambilan obat, hingga pemberian kepada pasien, semuanya harus terdokumentasi dengan baik. Hal ini bukan hanya untuk keperluan akreditasi, tetapi juga untuk memastikan keamanan dan keselamatan pasien."

IDI menekankan pentingnya kehadiran tenaga medis lain, seperti perawat atau rekan sejawat dokter, selama proses pemeriksaan pasien, terutama jika melibatkan penggunaan obat-obatan yang dapat memengaruhi kesadaran. Kehadiran keluarga pasien juga sangat dianjurkan untuk memberikan rasa aman dan mengawasi jalannya pemeriksaan.

"Kami belum mengetahui detail kasus yang terjadi di RSHS," kata dr. Slamet. "Namun, jika benar terjadi pelanggaran SOP, hal ini sangat disayangkan. Tanggung jawab penuh berada di tangan Direktur Utama rumah sakit untuk memastikan seluruh prosedur dijalankan dengan benar dan semua pihak, mulai dari pasien hingga tenaga medis, berada dalam lingkungan yang aman."

Dr. Slamet juga menyoroti pentingnya etika profesi dokter, yang seharusnya menjadi landasan dalam setiap tindakan medis. Sumpah dokter dan kode etik yang dipegang teguh seharusnya menjadi benteng terakhir untuk mencegah terjadinya tindakan yang merugikan pasien.

IDI berharap kasus ini dapat menjadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan obat-obatan di seluruh fasilitas kesehatan, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya etika profesi dan kepatuhan terhadap SOP dalam setiap tindakan medis.

Poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Evaluasi SOP penggunaan obat bius
  • Peningkatan pengawasan terhadap tenaga medis
  • Pentingnya pendampingan pasien oleh keluarga atau tenaga medis lain
  • Penegakan etika profesi dokter
  • Tanggung jawab Direktur Utama rumah sakit

IDI juga mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang dan mempercayakan proses investigasi kepada pihak berwenang. IDI berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dan memberikan dukungan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.