Evaluasi Sistemik Mendesak: Merespon Dugaan Kekerasan di Program Pendidikan Anestesi RSHS
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengambil langkah cepat dengan menangguhkan sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Keputusan ini diambil menyusul laporan mengenai dugaan tindak kekerasan seksual dan penyalahgunaan obat anestesi yang melibatkan seorang peserta didik tingkat awal. Kasus ini, yang menyeret nama Priguna Anugerah Pratama (31), seorang dokter PPDS dari Universitas Padjadjaran (Unpad), kini tengah dalam penyelidikan pihak kepolisian setelah adanya laporan dari setidaknya tiga korban.
Respon cepat dari Kemenkes ini menjadi sorotan. Muncul pertanyaan apakah penangguhan selama satu bulan ini sudah cukup untuk mengatasi akar masalah yang lebih dalam. Seorang mantan direktur rumah sakit dan pengamat manajemen kesehatan menekankan pentingnya evaluasi sistem pendidikan klinik yang komprehensif, melampaui sekadar kebijakan simbolis. Evaluasi ini harus berfokus pada perbaikan menyeluruh dalam tata kelola, pengawasan, dan akuntabilitas di berbagai institusi terkait.
Manajemen Krisis vs. Manajemen Perubahan
Dalam konteks manajemen institusi publik, model Swiss Cheese dari James Reason menjelaskan bahwa kesalahan fatal jarang terjadi akibat satu faktor tunggal. Melainkan akumulasi dari kelemahan di berbagai lapisan sistem, termasuk pelatihan, pengawasan, akses, komunikasi, dan kepemimpinan. Dalam kasus RSHS, penangguhan program seharusnya menjadi titik awal untuk mengidentifikasi dan memperbaiki "lubang-lubang sistemik" yang ada.
Manajemen krisis memang memerlukan tindakan cepat seperti penangguhan sementara. Namun, perbaikan sistem yang berkelanjutan membutuhkan waktu, ketelitian, dan kesinambungan. Jika penangguhan satu bulan tidak diikuti dengan langkah-langkah terstruktur, tindakan tersebut berisiko menjadi sekadar "simbol kepanikan" daripada "strategi pemulihan" yang efektif.
Belajar dari Praktik Terbaik Internasional
Pengalaman di negara-negara maju menunjukkan bahwa penangguhan program pendidikan bukanlah solusi utama dalam menghadapi krisis etik atau pelanggaran sistem di rumah sakit pendidikan. Di Inggris, misalnya, General Medical Council (GMC) dan Health Education England (HEE) berkolaborasi dalam investigasi sistemik terhadap rumah sakit pendidikan yang bermasalah tanpa menghentikan program secara total. Langkah-langkah yang diambil meliputi:
- Penempatan tim monitoring independen di rumah sakit selama masa audit.
- Pembekuan akses klinis peserta tertentu tanpa mengganggu jalur pendidikan mereka.
- Audit terhadap pembimbing klinis dan budaya kerja secara menyeluruh.
- Penerapan sistem peringatan dini berbasis observasi etik dan kesehatan mental.
Di Belanda, pendidikan klinik terintegrasi dengan institusi akademik dan kementerian. Pelanggaran akan dievaluasi pada tingkat kontrak kelembagaan, bukan hanya aktivitas peserta. Evaluasi ini berfokus pada sistem tata kelola, bukan tindakan blokade yang bersifat general.
Menuju Perbaikan Sistem yang Komprehensif
Penangguhan program memberikan pesan moral, tetapi juga menimbulkan harapan. Jika setelah penangguhan tidak ada peta jalan perbaikan yang diumumkan secara transparan, kepercayaan publik dapat menurun. Lebih buruk lagi, jika hanya peserta didik dan pengampu program yang diminta untuk menyesuaikan diri, tanpa memperbaiki tata kelola farmasi, sistem pelaporan kekerasan, dan otoritas supervisi, masalah mendasar akan tetap ada.
Studi WHO tahun 2018 menekankan pentingnya sistem pendidikan tenaga kesehatan yang adaptif terhadap tekanan sosial, etika, dan dinamika kekuasaan. Sistem yang hirarkis tanpa perlindungan memadai meningkatkan risiko insiden kekerasan.
Langkah Konkret yang Lebih Strategis
Kementerian Kesehatan dapat mempertimbangkan langkah-langkah strategis berikut:
- Pembentukan Tim Lintas Fungsi: Melibatkan Kemenkes, institusi pendidikan, organisasi profesi, dan LPSK untuk audit etik dan kelembagaan, dengan wewenang meninjau SOP, budaya kerja, dan keamanan relasi dalam pendidikan klinik.
- Unit Audit Etik dan Keselamatan Pasien: Mewajibkan pembentukan unit independen di setiap rumah sakit pendidikan yang melapor langsung ke pimpinan rumah sakit.
- Evaluasi Berkala Berbasis Akreditasi: Mengaudit rumah sakit pendidikan tidak hanya dari mutu medis, tetapi juga keamanan relasi interpersonal, akses pasien, dan pola pengambilan keputusan oleh peserta.
Penangguhan PPDS anestesi di RSHS akan menjadi sia-sia jika hanya mengandalkan momentum krisis tanpa menata ulang sistem. Publik menuntut keadilan bagi korban, perlindungan bagi peserta didik yang tidak bersalah, dan standar pendidikan kedokteran yang mengutamakan martabat serta mutu layanan kesehatan.