Tujuh BUMN Unggulan Dominasi Dividen Negara: Dampak bagi Penerimaan APBN 2024
Tujuh BUMN Unggulan Dominasi Dividen Negara: Dampak bagi Penerimaan APBN 2024
Kontribusi signifikan tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah naungan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) terhadap penerimaan negara melalui dividen, telah menarik perhatian publik dan para pengamat ekonomi. Berdasarkan audit Kementerian BUMN tahun 2023, ketujuh BUMN ini berkontribusi hampir 90 persen dari total dividen pemerintah yang diterima pada tahun 2024. Besarnya kontribusi ini menimbulkan pertanyaan akan dampaknya terhadap penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tahun-tahun mendatang.
Tujuh BUMN tersebut, yang merupakan pilar ekonomi nasional, meliputi:
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI)
- PT PLN (Persero)
- PT Pertamina (Persero)
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI)
- PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk
- Mining Industry Indonesia (MIND ID)
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Danang Widoyoko, dalam diskusi daring baru-baru ini, mengungkapkan bahwa dominasi tujuh BUMN ini memberikan gambaran yang jelas tentang konsentrasi pendapatan dividen negara. BRI, sebagai kontributor terbesar, menyetor dividen sebesar Rp 23,234 triliun pada tahun 2023, sementara Pertamina dan Mandiri menyusul dengan kontribusi masing-masing sebesar Rp 14,024 triliun dan Rp 12,845 triliun. Data Kementerian Keuangan sendiri mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari dividen BUMN mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp 86,4 triliun sepanjang tahun 2024, dengan BRI kembali memimpin dengan setoran Rp 25,7 triliun.
Namun, dominasi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi penurunan penerimaan APBN di masa depan. Danang Widoyoko menyoroti potensi penurunan penerimaan dividen negara akibat masuknya tujuh BUMN ke dalam Danantara. Meskipun belum dapat dipastikan secara pasti, beliau memprediksi kemungkinan besar akan terjadi pengurangan penerimaan APBN dari sektor dividen BUMN. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan strategi dividen BUMN yang berada di bawah Danantara dapat berbeda dengan kebijakan sebelumnya.
Lebih lanjut, Danang menjelaskan bahwa besarnya dividen yang disetorkan BUMN juga dipengaruhi oleh kebijakan fiskal pemerintah. Ia mencontohkan Pertamina dan PLN yang memiliki kewajiban pelayanan publik (PSO), yang secara langsung mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membagi dividen. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah terkait PSO dapat memengaruhi besaran dividen yang diterima negara dari BUMN-BUMN tersebut. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang lebih mendalam dan komprehensif untuk memprediksi dampak jangka panjang dari konsentrasi dividen BUMN ini terhadap APBN.
Kesimpulannya, dominasi tujuh BUMN dalam kontribusi dividen negara merupakan fenomena yang perlu mendapat perhatian serius. Meskipun memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara, potensi penurunan penerimaan APBN di masa mendatang akibat perubahan kebijakan dan pengelolaan BUMN di bawah Danantara perlu diantisipasi dan dikelola dengan bijak. Analisis yang lebih mendalam terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi besaran dividen, termasuk kebijakan fiskal pemerintah dan kewajiban PSO, sangat diperlukan untuk merumuskan strategi yang tepat dalam menjaga stabilitas penerimaan negara di masa depan.