Kasus Dugaan Pemerkosaan Residen Unpad: DPR Soroti Kelemahan Sistemik Pengawasan dan Etika Profesi

Gelombang Reaksi atas Kasus Pemerkosaan di RSHS Bandung: DPR Desak Audit Menyeluruh dan Peninjauan Prosedur Pendidikan Dokter

Kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh dr. Priguna Anugerah P, seorang residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, telah memicu gelombang reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Menyusul pengungkapan bahwa jumlah korban bertambah menjadi tiga orang, sorotan tajam kini tertuju pada potensi kegagalan sistemik dalam pengawasan dan etika profesi di lingkungan rumah sakit dan lembaga pendidikan kedokteran.

Evaluasi dan Pembekuan Sementara PPDS Unpad

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin telah mengambil langkah cepat dengan membekukan sementara kegiatan PPDS Unpad di RSHS Bandung selama satu bulan. Keputusan ini diambil untuk memberikan waktu bagi evaluasi menyeluruh terhadap sistem yang ada, dengan harapan dapat mengidentifikasi akar permasalahan dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.

Sorotan Tajam dari Komisi IX DPR

Anggota Komisi IX DPR RI, Ashabul Kahfi, menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas kasus ini. Ia menduga bahwa jumlah korban mungkin lebih banyak dari yang terungkap, dan menekankan bahwa kasus ini bukan sekadar masalah individu, melainkan cerminan dari kegagalan sistem pengawasan dan etika profesi.

"Pertambahan jumlah korban menunjukkan adanya potensi korban lain yang selama ini mungkin belum berani bicara dan ini harus jadi alarm bagi semua pihak, bahwa kita tak boleh anggap remeh persoalan ini. Ini bukan hanya soal individu, tapi tentang kegagalan sistem pengawasan dan etika profesi di lingkungan rumah sakit dan lembaga pendidikan kedokteran," tegas Ashabul.

Komisi IX DPR mendorong pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan seluruh korban mendapatkan hak-haknya. Selain itu, mereka mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan institusi pendidikan dokter untuk meninjau ulang prosedur terkait pendidikan spesialis, termasuk proses rekrutmen, pengawasan, dan mekanisme pengaduan.

Desakan Audit Menyeluruh dari Wakil Ketua Komisi IX

Senada dengan Ashabul, Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris, mendesak Kemenkes untuk melakukan audit menyeluruh terhadap prosedur rekrutmen tenaga kesehatan hingga mekanisme pengaduan di layanan kesehatan. Audit ini diharapkan dapat mengungkap potensi celah dalam sistem yang memungkinkan terjadinya tindakan keji seperti yang dilakukan oleh dr. Priguna.

"Sebagai mitra pengawas Kementerian Kesehatan, kami mendesak Kemenkes untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap prosedur rekrutmen, pengawasan, dan mekanisme pengaduan di fasilitas layanan kesehatan, baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta," kata Charles.

Charles juga menegaskan bahwa tidak boleh ada toleransi terhadap kejahatan yang dilakukan oleh dr. Priguna. Ia berharap pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Kronologi dan Modus Operandi Pemerkosaan

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, Kombes Surawan, mengungkapkan bahwa dua pasien RSHS Bandung lainnya juga menjadi korban perilaku bejat dr. Priguna. Pemerkosaan terjadi pada tanggal 10 dan 16 Maret dengan modus operandi yang serupa.

  • Pelaku beralasan akan melakukan anestesi atau uji alergi terhadap obat bius.
  • Korban dibawa ke tempat yang sama dengan korban sebelumnya.
  • Kedua korban adalah pasien RSHS Bandung.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia kesehatan Indonesia. Upaya perbaikan sistem pengawasan, penegakan etika profesi, dan perlindungan terhadap pasien menjadi krusial untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan.