Kasus Korupsi Impor Gula: Mantan Direktur PT PPI Didakwa Memperkaya Sembilan Perusahaan Swasta
Kasus Korupsi Impor Gula: Dakwaan Terhadap Charles Sitorus
Sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Charles Sitorus, memasuki babak baru dengan pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis, 6 Maret 2025. Dalam dakwaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat Sitorus dengan tuduhan telah memperkaya sembilan perusahaan swasta secara melawan hukum. Perbuatan tersebut, menurut JPU, dilakukan bersama-sama dengan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), dan sejumlah pihak lainnya. Dakwaan ini berfokus pada ketidakpatuhan Sitorus terhadap penugasan pembentukan stok gula nasional sesuai Harga Patokan Petani (HPP), serta pengaturan harga jual gula kristal putih yang merugikan keuangan negara.
JPU merinci bahwa Charles Sitorus tidak menjalankan tugasnya sesuai rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT PPI tahun 2016. Ia diduga melakukan kesepakatan pengaturan harga jual gula kristal putih dari produsen gula rafinasi ke PT PPI, termasuk pengaturan harga jual gula dari produsen ke PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI ke distributor, semuanya di atas HPP. Hal ini dilakukan bersama-sama dengan Tony Wijaya Ng, Then Surianto Eka Prasetyo, Hansen Setiawan, Indra Suryaningrat, Eka Sapanca, Wisnu Hendraningrat, Hendrogiarto A Tiwow, Hans Falita Hutama, dan Ali Sandjajah Boedidarmo. Yang memprihatinkan, delapan dari sembilan perusahaan swasta tersebut hanya memiliki izin industri pengelolaan gula mentah menjadi gula kristal rafinasi untuk kepentingan industri makanan, bukan untuk mengelola gula kristal mentah impor menjadi gula kristal putih. Kerja sama ini diduga dilakukan tanpa mengindahkan prosedur yang berlaku, termasuk tanpa rekomendasi dari Menteri Perindustrian.
Lebih lanjut, JPU menyoroti persetujuan impor yang dikeluarkan oleh Tom Lembong kepada sembilan perusahaan swasta tersebut: PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, dan PT Kebun Tebu Mas. Persetujuan impor ini dinilai tidak sah karena tidak didasarkan pada rapat koordinasi antar kementerian. Akibat dari tindakan-tindakan tersebut, negara mengalami kerugian keuangan yang signifikan, mencapai Rp 295,1 miliar. Angka tersebut merupakan bagian dari total kerugian negara sebesar Rp 578,15 miliar. Dakwaan terhadap Charles Sitorus didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Rincian dugaan pemufakatan jahat yang menyebabkan perusahaan-perusahaan tersebut diperkaya secara tidak sah adalah sebagai berikut:
- Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products: Rp 29.160.996.529,42
- Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene: Rp 27.264.818.976,27
- Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya: Rp 30.993.722.881,31
- Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry: Rp 30.071.986.691,67
- Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama: Rp 18.260.534.196,68
- Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo: Rp 22.461.274.038,08
- Hendrogiarto A Tiwow melalui PT Duta Sugar International: Rp 41.226.293.608,16
- Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur: Rp 47.842.936.730,08
- Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas: Rp 47.868.288.631,20
Sidang ini menjadi sorotan publik dan menunggu perkembangan selanjutnya untuk mengungkap seluruh fakta dan memperoleh keadilan bagi negara.