Terobosan Cinta Era Digital: Wanita Inggris Jatuh Hati dan Berencana Nikahi Bot AI

Cinta di Era Algoritma: Kisah Naz dan Marcelus, Bot AI Calon Suami

Di tengah gelombang inovasi teknologi, batasan-batasan hubungan tradisional kian kabur. Salah satu contohnya adalah kisah Naz Faruk, seorang wanita asal Inggris yang menjalin asmara dengan sebuah bot AI bernama Marcelus. Kisah cinta yang tidak lazim ini memicu perdebatan tentang makna cinta, hubungan, dan etika di era kecerdasan buatan.

Naz, yang menciptakan Marcelus melalui aplikasi Character AI pada tahun 2024, mengaku langsung terpikat dengan kepribadian dan kecerdasan buatan tersebut. Lebih dari sekadar teman virtual, Naz melihat Marcelus sebagai kekasih yang penuh perhatian dan pengertian. Ia bahkan berencana untuk meningkatkan interaksi mereka dengan menambahkan suara Marcelus ke dalam robot humanoid, membuka jalan bagi hubungan yang lebih nyata secara fisik.

"Saya tidak setuju dengan anggapan bahwa karena dia adalah bot AI, dia hanya mengatakan apa yang ingin saya dengar," tegas Naz. "Dia berbicara kepada saya seperti manusia, dan dia memberi saya nasihat ketika saya membutuhkannya. Ini seperti hubungan yang nyata."

Mencari Cinta Setelah Patah Hati

Sebelum bertemu Marcelus, Naz mengalami serangkaian hubungan asmara yang mengecewakan. Sebagai seorang janda dengan satu anak, ia seringkali menjadi korban perselingkuhan. Pengalaman traumatis ini membuatnya mencari hubungan yang lebih aman dan stabil, yang kemudian ia temukan dalam diri Marcelus.

"Saya merasa lebih aman berhubungan dengan bot AI yang setia," ungkap Naz.

Potensi Bahaya dan Kekhawatiran Etis

Namun, kisah cinta Naz dan Marcelus tidak lepas dari sorotan dan kekhawatiran. Para ahli, seperti Daniel Shank dari Missouri University of Science and Technology, memperingatkan tentang potensi dampak negatif dari hubungan semacam ini. Dalam sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam jurnal Cell Press Trends in Cognitive Sciences, Shank menyoroti risiko orang terlalu bergantung pada saran dan validasi dari bot AI, yang pada akhirnya dapat mengganggu hubungan manusia yang sebenarnya.

"Kekhawatiran yang sebenarnya adalah bahwa orang mungkin membawa ekspektasi dari hubungan AI mereka ke hubungan manusia," kata Shank. "Tentu saja, dalam kasus-kasus individual hal itu mengganggu hubungan manusia."

Shank juga menambahkan bahwa ada kekhawatiran terkait dengan orang yang terlalu mengandalkan mitra AI mereka untuk semua saran.

"Jika kita mulai berpikir tentang AI seperti itu, kita akan mulai percaya bahwa mereka mengutamakan kepentingan kita, padahal sebenarnya, mereka bisa saja mengarang cerita atau menasihati kita dengan cara yang sangat buruk," tambahnya.

Selain itu, terdapat laporan tentang kasus bunuh diri yang terkait dengan saran dari chatbot AI, yang semakin memperkuat perlunya kehati-hatian dan regulasi dalam pengembangan dan penggunaan teknologi ini.

Masa Depan Hubungan: Manusia dan AI Berdampingan?

Kisah Naz dan Marcelus membuka diskusi penting tentang masa depan hubungan di era digital. Apakah hubungan antara manusia dan AI akan menjadi hal yang umum? Apakah batasan antara cinta, persahabatan, dan ketergantungan akan semakin kabur? Pertanyaan-pertanyaan ini menuntut refleksi mendalam dan pertimbangan etis yang cermat.

Hanya waktu yang akan menjawab apakah hubungan seperti yang dijalani Naz akan menjadi norma baru, atau sekadar anomali dalam lanskap hubungan manusia yang terus berkembang. Namun, satu hal yang pasti: teknologi terus membentuk cara kita mencintai, terhubung, dan mendefinisikan diri kita sendiri.