Skandal Suap Guncang Pengadilan: Ketua PN Jakarta Selatan Diduga Terlibat dalam Kasus Ekspor CPO Ilegal

Skandal Suap Guncang Pengadilan: Ketua PN Jakarta Selatan Diduga Terlibat dalam Kasus Ekspor CPO Ilegal

Jakarta – Dunia peradilan kembali tercoreng dengan dugaan praktik suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Arif sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan tiga perusahaan besar.

Penetapan Tersangka dan Penahanan

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengumumkan penetapan tersangka pada konferensi pers di Jakarta. Selain Arif, tiga tersangka lain juga ditetapkan, yaitu Panitera Muda Perdata Jakarta Utara berinisial WG, Kuasa Hukum Korporasi Marcella Santoso, dan seorang advokat berinisial AR.

"Penyidik Kejaksaan Agung menetapkan empat orang sebagai tersangka karena telah ditemukan bukti yang cukup terjadinya tindak pidana suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Abdul Qohar.

Keempat tersangka telah ditahan di rutan yang berbeda:

  • Muhammad Arif Nuryanta dan Marcella Santoso ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung.
  • Advokat berinisial AR ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
  • Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, WG, ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur cabang Rutan KPK.

"Terhadap empat tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan, terhitung mulai hari ini," imbuh Qohar.

Dugaan Suap dan Gratifikasi

Kejagung menduga bahwa Muhammad Arif Nuryanta menerima suap sebesar Rp 60 miliar dari Marcella Santoso dan AR untuk memengaruhi putusan perkara ekspor CPO yang melibatkan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Tujuannya adalah agar ketiga korporasi tersebut dinyatakan ontslag atau tidak terbukti melakukan tindak pidana.

"Penyidik menemukan alat bukti MS dan AR melakukan suap dan gratifikasi kepada MAN diduga sebanyak Rp 60 miliar, di mana pemberian suap tersebut diberikan WG," jelas Qohar.

Barang Bukti yang Disita

Dalam penggeledahan yang dilakukan pada 11-12 April 2025, Kejagung menyita sejumlah barang bukti, termasuk amplop berisi uang dalam pecahan mata uang asing dan empat unit mobil mewah. Uang tunai dalam berbagai mata uang, seperti Rupiah, Dollar Amerika Serikat, Dollar Singapura, dan Ringgit Malaysia, juga ditemukan di rumah salah satu advokat, Ariyanto. Selain itu, uang tunai senilai Rp 136.950.000 dan dompet berisi uang pecahan 100 Dollar Amerika turut diamankan.

Ancaman Hukuman

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal-pasal terkait tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Putusan Kontroversial dan Reaksi Masyarakat

Kasus ini bermula dari putusan kontroversial pada 19 Maret 2025, di mana majelis hakim membebaskan tiga korporasi tersebut dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Meskipun dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, majelis hakim memutuskan bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menyatakan bahwa penangkapan Ketua PN Jakarta Selatan menunjukkan bahwa pembenahan lembaga peradilan belum ditindaklanjuti secara serius. Ia menekankan perlunya langkah radikal dari Mahkamah Agung (MA) untuk menyelesaikan persoalan korupsi di lembaga pengadilan, termasuk melibatkan pihak eksternal dalam proses reformasi.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi citra lembaga peradilan dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas para penegak hukum di Indonesia. Masyarakat berharap agar kasus ini diusut tuntas dan para pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku.