Eskalasi Perang Tarif AS: Chairul Tanjung Serukan Reformasi Ekonomi untuk Lindungi Indonesia

Chairul Tanjung: Perang Tarif AS Ancam Resiliensi Ekonomi Indonesia, Reformasi Mendesak Dilakukan

Jakarta, Indonesia - Chairman CT Corp, Chairul Tanjung, memperingatkan bahwa eskalasi perang tarif yang dipicu oleh Amerika Serikat (AS) berpotensi menimbulkan guncangan signifikan terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Pernyataan ini disampaikan di tengah kekhawatiran global mengenai dampak proteksionisme terhadap rantai pasok dan pertumbuhan ekonomi dunia.

Menurut Chairul Tanjung, kebijakan tarif yang agresif dari AS akan memicu penurunan permintaan global terhadap komoditas unggulan Indonesia, termasuk minyak dan produk pertambangan lainnya. Penurunan permintaan ini akan berujung pada anjloknya harga komoditas, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

"Kita melihat harga minyak mentah mengalami tekanan, dan penurunan harga timah sangat mengkhawatirkan, mencapai 17 persen hanya dalam waktu seminggu. Di sisi lain, harga emas melonjak karena investor mencari aset safe haven di tengah ketidakpastian global," ujar Chairul Tanjung dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (13/4/2025).

Lebih lanjut, Chairul Tanjung menekankan bahwa dampak perang tarif tidak hanya terbatas pada sektor komoditas. Ia mengkhawatirkan potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai industri akibat penurunan aktivitas ekonomi. Untuk mengantisipasi dampak negatif ini, Chairul Tanjung mendesak pemerintah untuk segera melakukan reformasi ekonomi yang komprehensif dan berkelanjutan.

"Jika kita tidak segera melakukan reformasi yang mendasar, Indonesia berisiko terperangkap dalam siklus penurunan ekonomi yang berkepanjangan," tegasnya.

Kebijakan tarif terbaru AS, yang diumumkan pada 2 April 2025, menetapkan tarif minimal 10 persen untuk semua barang impor dari seluruh dunia. Indonesia sendiri dikenakan tarif impor sebesar 32 persen. Tarif resiprokal yang dikenakan AS terhadap negara-negara ASEAN lainnya bervariasi, dengan rincian sebagai berikut:

  • Malaysia: 24 persen
  • Brunei Darussalam: 24 persen
  • Filipina: 17 persen
  • Singapura: 10 persen
  • Kamboja: 49 persen
  • Laos: 48 persen
  • Vietnam: 46 persen
  • Myanmar: 44 persen
  • Thailand: 36 persen

Para ekonom memprediksi bahwa kebijakan tarif AS yang baru ini akan memaksa Indonesia untuk menurunkan tarif impor terhadap barang-barang dari AS menjadi sekitar 8-9 persen, jauh dari rencana awal sebesar 64 persen. Hal ini menunjukan adanya ketidakseimbangan dalam hubungan dagang antara kedua negara, dan meningkatkan urgensi reformasi ekonomi di Indonesia agar lebih berdaya saing dan mandiri.

Reformasi ekonomi yang diusulkan Chairul Tanjung meliputi berbagai aspek, termasuk:

  • Diversifikasi ekonomi untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas.
  • Peningkatan investasi di sektor manufaktur dan jasa bernilai tambah tinggi.
  • Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan.
  • Penyederhanaan regulasi dan birokrasi untuk menarik investasi asing langsung.
  • Pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas dan efisiensi logistik.

Dengan melakukan reformasi ekonomi yang komprehensif, Indonesia diharapkan dapat mengurangi dampak negatif perang tarif AS dan membangun ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan, dan berdaya saing di tingkat global.