King Kobra: Sang Raja Ular dengan Bisa Mematikan dan Ketiadaan Antivenom di Indonesia

King Kobra: Sang Raja Ular dengan Bisa Mematikan dan Ketiadaan Antivenom di Indonesia

King Kobra ( Ophiophagus hannah ) dikenal sebagai salah satu ular paling berbahaya di dunia. Ular ini banyak ditemukan di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Popularitasnya sebagai ular yang menakutkan bukan tanpa alasan. Bisa yang dihasilkan oleh King Kobra sangatlah mematikan dan mampu melumpuhkan mangsanya dalam waktu singkat.

Boedi Setiawan, seorang pemerhati satwa liar, menjelaskan bahwa bisa King Kobra memiliki efek yang sangat kuat. Dibandingkan dengan jenis kobra lain, bisa King Kobra menduduki peringkat teratas dalam hal potensi mematikan. Dalam beberapa kasus, ular ini hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk melumpuhkan korbannya setelah gigitan.

"Kecepatan pelumpuhan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti ukuran ular, jumlah bisa yang disuntikkan, serta kondisi kesehatan dan ukuran tubuh korban," ungkap Cak Boeseth, sapaan akrabnya.

Neurotoksin: Senjata Utama King Kobra

Bisa King Kobra mengandung racun neurotoksik yang bekerja dengan menyerang sistem saraf. Racun ini menyebabkan kelumpuhan dengan cepat, mengganggu fungsi otot, menyebabkan sesak napas, hingga berujung pada henti jantung dan kematian.

Selain neurotoksik, bisa King Kobra juga mengandung hemotoksik. Kandungan ini dapat menyebabkan gangguan pada sirkulasi darah dan kerusakan sel darah merah, memperparah efek dari bisa tersebut.

Cak Boeseth memberikan gambaran yang jelas tentang betapa berbahayanya bisa King Kobra. Ia menjelaskan bahwa sekali injeksi bisa dari ular ini dapat membunuh seekor gajah dalam waktu sekitar 15 menit. Bisa tersebut setara dengan mematikan bagi 20 orang manusia.

Predator Sesama Ular

King Kobra mendapatkan julukan "raja" karena kebiasaannya memangsa ular lain, termasuk ular yang memiliki bisa lebih lemah. Selain hewan pengerat, ular lain menjadi menu makanan utama bagi King Kobra. Kebiasaan ini menjadikan King Kobra sebagai predator puncak di habitatnya.

Tantangan Ketiadaan Antivenom

Salah satu masalah utama terkait dengan bisa King Kobra di Indonesia adalah ketiadaan antivenom yang spesifik untuk ular ini. Saat ini, Indonesia hanya memiliki serum Bio SAVE atau SABU (Serum Anti Bisa Ular) yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero).

Serum ini efektif untuk menetralkan bisa ular tanah ( Agkistrodon rhodostoma ), ular welang ( Bungarus fasciatus ), dan ular cobra jawa ( Naja sputatrix ). Namun, serum ini tidak dapat digunakan untuk mengatasi gigitan King Kobra.

"Kita di Indonesia belum punya serum anti bisa ular king cobra," tegas Cak Boeseth.

Antivenom untuk King Kobra hanya tersedia melalui impor dari Thailand dengan harga yang sangat mahal. Hal ini menjadi masalah serius karena waktu menjadi faktor krusial dalam penanganan gigitan ular berbisa. Keterlambatan dalam mendapatkan antivenom dapat berakibat fatal.

"Racun kobra jawa lebih lemah dan Indonesia sudah memiliki antivenomnya. Namun, untuk King Kobra, penawarnya harus diimpor, sehingga membutuhkan waktu lebih lama dan membuat gigitannya menjadi lebih mematikan," pungkas Cak Boeseth.

Ancaman King Kobra di Indonesia semakin nyata dengan fakta bahwa antivenom untuk bisa ular ini masih sangat sulit diakses. Hal ini menuntut kesadaran masyarakat dan upaya peningkatan ketersediaan antivenom agar risiko kematian akibat gigitan King Kobra dapat diminimalkan.