Pemerintah Desak Evaluasi Sistem Pendidikan Kedokteran Usai Insiden Pelanggaran HAM di RSHS
Kasus kekerasan seksual yang melibatkan tenaga medis di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung memicu respons tegas dari pemerintah. Kementerian HAM menyatakan insiden ini bertentangan dengan prinsip Asta Cita yang menjamin perlindungan hak perempuan. Dugaan pelanggaran oleh oknum dokter spesialis anestesiologi tersebut disebut sebagai bentuk kejahatan terencana yang memanfaatkan posisi profesional.
Beberapa langkah konkret telah diambil oleh Kementerian Kesehatan: - Penundaan sementara program residensi spesialis anestesiologi di RSHS - Penerapan pemeriksaan psikologis wajib bagi peserta pendidikan dokter spesialis - Pengajuan pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) pelaku ke Konsil Kedokteran Indonesia
Menurut pejabat Ditjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM, insiden ini bukan kasus pertama dalam dunia kedokteran. Tercatat sebelumnya terjadi beberapa peristiwa lain: 1. Praktik perundungan struktural oleh dokter senior terhadap residen 2. Eksploitasi tenaga kerja dalam sistem pendidikan spesialis 3. Pelanggaran etika medis berbasis relasi kuasa
Pemerintah mengingatkan adanya instrumen hukum yang relevan: - Ratifikasi Konvensi CEDAW - UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS - Surat Edaran Ditjen PDK HAM tentang Kepatuhan HAM di Sektor Kesehatan (Maret 2025)
Mekanisme audit HAM diusulkan untuk diterapkan secara menyeluruh pada institusi pendidikan kedokteran. Langkah ini bertujuan memastikan: - Pembenahan sistem pelaporan pelanggaran - Peningkatan pengawasan etik profesi - Reformasi kurikulum berbasis hak asasi manusia
Kasus yang terjadi pada Maret 2025 ini diduga melibatkan penyalahgunaan prosedur medis crossmatch darah sebagai dalih pelaku. Investigasi lintas kementerian sedang dilakukan untuk mengungkap kemungkinan adanya pola pelanggaran sistematis di lingkungan rumah sakit pendidikan.