Kejagung Ungkap Alur Suap kepada Tiga Hakim dalam Kasus Korupsi Minyak Goreng

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap mekanisme pembagian uang suap yang melibatkan tiga hakim dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Ketiga hakim tersebut, yakni Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtaro (AL), dan Djuyamto (DJU), diduga menerima suap untuk memutuskan vonis lepas bagi terdakwa korporasi.

Menurut keterangan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, transaksi suap diawali dengan penerimaan uang sebesar Rp 4,5 miliar oleh Agam Syarif dari Muhammad Arif Nuryanta, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Uang tersebut kemudian dibagi kepada ketiga hakim dalam bentuk goody bag. Selain itu, pada September 2024, ketiga hakim kembali menerima suap dalam bentuk dolar Amerika Serikat dengan total nilai sekitar Rp 18 miliar.

Berikut rincian penerimaan suap oleh masing-masing hakim: - Agam Syarif Baharudin: Rp 4,5 miliar (dalam dolar AS) - Djuyamto: Rp 6 miliar (dalam dolar AS) - Ali Muhtaro: Rp 5 miliar (dalam dolar AS)

Kasus ini melibatkan tujuh tersangka, termasuk pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, serta panitera Wahyu Gunawan. Kedua pengacara tersebut diduga memberikan suap sebesar Rp 60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta untuk memengaruhi putusan pengadilan. Vonis lepas yang diberikan kepada tiga korporasi—Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group—bertolak belakang dengan tuntutan jaksa yang mencapai puluhan triliun rupiah.

Bukti lain yang ditemukan penyidik meliputi: - Dua amplop berisi uang asing (dolar AS dan dolar Singapura) di tas milik Arif Nuryanta. - Dompet berisi berbagai mata uang asing, termasuk ringgit Malaysia dan rupiah.

Kejagung menegaskan bahwa suap ini bertujuan untuk memengaruhi putusan pengadilan agar terdakwa korporasi dibebaskan dari tuntutan pidana.