Eskalasi Ketegangan Perdagangan Global: SBY Ingatkan Dampak Krisis 2008

Jakarta – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China kembali memanas setelah pemerintah AS memberlakukan tarif tambahan terhadap berbagai produk impor dari sejumlah negara. Kebijakan proteksionis ini dinilai berpotensi memicu perlambatan ekonomi global, mengingat kedua negara merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Menyikapi perkembangan terbaru ini, mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan kembali pelajaran berharga dari krisis finansial global 2008-2009. Dalam sebuah forum diskusi yang digelar The Yudhoyono Institute, SBY menceritakan pengalamannya terlibat dalam berbagai pertemuan tingkat tinggi untuk mencari solusi kala itu.

"Saya masih ingat betul bagaimana sulitnya mencapai konsensus di antara negara-negara maju," ungkap SBY. "Di London misalnya, terjadi perdebatan sengit antara Amerika dan Uni Eropa tentang pendekatan yang tepat - apakah melalui deregulasi atau justru reformasi sistem keuangan."

SBY menekankan bahwa pemulihan ekonomi pasca krisis membutuhkan waktu panjang dan biaya yang tidak sedikit. Menurutnya, situasi saat ini yang ditandai dengan perang dagang AS-China berpotensi menimbulkan efek domino yang serius:

  • Pertumbuhan ekonomi global yang melambat
  • Tingkat pengangguran yang meningkat drastis
  • Tekanan inflasi di berbagai negara
  • Dampak terburuk bagi negara-negara berkembang

Sebagai negara yang menganut politik luar negeri bebas aktif, SBY mendorong pemerintah Indonesia untuk berperan lebih aktif dalam mendorong dialog antarnegara. "Kita mungkin memiliki keterbatasan, tetapi bukan berarti harus diam. Setiap upaya untuk meredakan ketegangan patut dicoba," tegasnya.

Mantan presiden dua periode ini juga mengingatkan bahwa krisis ekonomi tidak mengenal batas negara. "Ketika ekonomi global terguncang, semua negara akan merasakan dampaknya. Karena itu penting bagi kita semua untuk menjadi bagian dari solusi," pungkas SBY.