Proyek Normalisasi Ciliwung 2025: Tantangan Pembebasan Lahan dan Upaya Mitigasi Banjir Jakarta

Jakarta – Proyek strategis normalisasi Sungai Ciliwung terus menjadi sorotan sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi risiko banjir di Ibu Kota. Meski ditargetkan rampung pada pertengahan 2025, pelaksanaannya masih terkendala pembebasan lahan di sejumlah titik. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengklaim bahwa penyelesaian proyek ini dapat menekan potensi banjir hingga 40%, namun realisasi di lapangan belum mencapai separuh target.

Hambatan Utama: Resistensi Masyarakat dan Proses Hukum

Penolakan warga terdampak menjadi tantangan utama, terutama di tahap konsultasi publik. Roedito Setiawan, Kepala Unit Pengadaan Tanah Dinas SDA Jakarta, menjelaskan bahwa tim kajian keberatan sedang dibentuk untuk mengevaluasi alasan penolakan dan memberikan solusi alternatif. Di sisi lain, dukungan justru datang dari wilayah seperti Bidara Cina, di mana warga setempat melihat manfaat proyek, termasuk pembangunan jalan inspeksi dan pengurangan ancaman banjir.

Progres Fisik dan Alokasi Anggaran

Hingga awal 2025, hanya 17,17 km dari total 33,69 km tanggul yang berhasil dibangun. Kendala teknis dan lambatnya pembebasan lahan menjadi penyebab utama. Pemprov DKI mengalokasikan Rp90 miliar pada 2025 untuk mempercepat pembebasan lahan di tiga lokasi prioritas: - Cawang: 411 bidang tanah (58.946 m²) - Bidara Cina: 162 bidang (57.035 m²) - Pengadegan: 61 bidang (13.101 m²)

Kolaborasi Pemerintah dan Skema Kompensasi

Proyek ini melibatkan multi-stakeholder, termasuk Kementerian PUPR dan ATR/BPN, dengan target penyelesaian pengadaan lahan pada Mei 2025. Skema ganti rugi mengacu pada UU No. 2/2012 dan PP No. 39/2023, dengan penekanan pada pendekatan humanis tanpa paksaan. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan komitmen pemerintah pusat untuk mendukung percepatan proyek.