Tiga Hakim Tersangka Suap Perkara Ekspor CPO, Nilai Transaksi Capai Rp22,5 Miliar

Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim sebagai tersangka dalam kasus suap terkait penanganan perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO). Ketiga hakim tersebut diduga menerima suap senilai Rp22,5 miliar untuk memuluskan putusan lepas bagi tiga perusahaan besar.

Berikut identitas tersangka: - Agam Syarif Baharuddin (Hakim PN Jakarta Pusat) - Ali Muhtarom (Hakim PN Jakarta Pusat) - Djuyamto (Hakim PN Jakarta Selatan)

Menurut penyelidikan, suap tersebut disalurkan melalui Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta. Transaksi dilakukan dalam dua tahap: 1. Tahap pertama senilai Rp4,5 miliar untuk memastikan perkara ditangani 2. Tahap kedua Rp18 miliar untuk menjamin vonis lepas

Mekanisme penerimaan suap: - ASB menerima setara Rp4,5 miliar dalam bentuk dolar AS - DJU memperoleh setara Rp6 miliar - AM mendapatkan setara Rp5 miliar

Kasus ini melanggar Pasal 12C jo 12B jo 6 ayat 2 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ironisnya, profesi hakim yang seharusnya menjadi penegak keadilan justru terjerat praktik suap. Padahal, menurut UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim wajib menjalankan peradilan 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa'.

Standar perilaku hakim seharusnya mencakup: - Integritas tinggi - Kepribadian tidak tercela - Profesionalisme hukum - Kejujuran dan keadilan

Kode Etik Hakim secara tegas melarang penerimaan hadiah atau fasilitas dari pihak yang berkepentingan dengan perkara. Larangan ini juga berlaku untuk keluarga hakim. Kasus ini menjadi tamparan keras bagi penegakan hukum di Indonesia, khususnya lembaga peradilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan.