UGM Didorong Percepat Pelaporan Kasus Kekerasan Seksual ke Otoritas Terkait

Yogyakarta – Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) mendesak Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk segera memproses pelaporan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Desakan ini muncul menyusul belum adanya informasi resmi yang disampaikan UGM kepada pihak berwenang, termasuk kepolisian dan DP3AP2.

Erlina Hidayati Sumardi, Kepala DP3AP2 DIY, menyatakan bahwa ketiadaan laporan resmi menghambat upaya pendataan korban dan penanganan kasus secara komprehensif. "Tanpa data yang akurat, kami kesulitan memberikan pendampingan yang tepat kepada korban," ujarnya. Menurut Erlina, pelaporan wajib dilakukan sesuai amanat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk memastikan proses hukum berjalan transparan.

Berikut poin-poin kritis yang disoroti DP3AP2 DIY: - Koordinasi antarlembaga: DP3AP2 belum diikutsertakan dalam proses penanganan kasus oleh Satgas PPKS UGM. - Hak korban: Perlindungan dan pendampingan hukum harus diprioritaskan sebelum menentukan langkah lanjutan. - Efek jera: Proses hukum dinilai penting untuk mencegah pelaku mengulangi tindakan serupa di masyarakat.

Meskipun UGM telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pemecatan terhadap pelaku, Erlina menegaskan bahwa sanksi sosial dan hukum tetap diperlukan. "Ini bukan sekadar persoalan internal kampus, tetapi juga tanggung jawab sosial untuk mencegah korban baru," tegasnya. Rencana pertemuan antara DP3AP2 dan UGM sempat tertunda karena ketua Satgas PPKS UGM sedang berada di luar negeri.

Sementara itu, Erlina mengaku belum mengetahui jumlah pasti korban dan kesediaan mereka untuk membawa kasus ke ranah hukum. "Kami mendorong korban untuk melapor agar mendapatkan perlindungan maksimal," tambahnya. Langkah hukum dipandang sebagai mekanisme utama untuk menciptakan efek jera, di luar sanksi yang telah dijatuhkan institusi pendidikan.