Audit BPK Bantah Klaim Kerugian Negara dalam Impor Gula Era Tom Lembong
Audit BPK Bantah Klaim Kerugian Negara dalam Impor Gula Era Tom Lembong
Pengacara mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), Ari Yusuf Amir, secara tegas membantah dakwaan jaksa yang menyatakan kebijakan impor gula periode 2015-2016 telah merugikan negara sebesar Rp 578 miliar. Dalam nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025), Ari Yusuf Amir memaparkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan tidak ada kerugian negara terkait impor gula tersebut.
Ari Yusuf Amir menekankan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK periode 2015-2017 telah secara jelas menyimpulkan bahwa tidak terdapat kerugian keuangan negara dalam kegiatan impor gula yang dilakukan Kementerian Perdagangan di bawah kepemimpinan Tom Lembong. Ia mempertanyakan dasar hukum dakwaan jaksa yang mengacu pada hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang berbeda, sementara audit BPK merupakan acuan utama yang seharusnya dijadikan patokan.
"Dakwaan jaksa yang berulangkali menyebutkan kebijakan terdakwa dalam menerbitkan Persetujuan Impor (PI) untuk 10 perusahaan swasta merugikan negara sebesar Rp 578 miliar, tidak berdasar," tegas Ari. "BPK telah melakukan audit, dan temuannya sangat berbeda dengan apa yang dituduhkan," tambahnya.
Ari Yusuf Amir juga merujuk pada Pasal 62 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal tersebut menyatakan bahwa BPK hanya akan menindaklanjuti pemeriksaan dengan audit investigatif perhitungan kerugian negara jika dalam hasil pemeriksaan ditemukan kerugian negara dan unsur pidana. Karena BPK telah menyatakan tidak ada kerugian negara, maka menurutnya, baik BKP maupun BPK tidak berwenang melakukan audit investigatif.
Lebih lanjut, Ari juga mengutip Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016. Surat edaran tersebut menegaskan bahwa BPK merupakan lembaga yang berwenang mendeklarasikan kerugian keuangan negara, sedangkan kewenangan BPKP didasarkan pada Peraturan Presiden. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa BPKP seharusnya tunduk pada hasil pemeriksaan BPK, bukannya melakukan audit ulang yang hasilnya berbeda.
"Perbedaan hasil audit ini menjadi poin krusial dalam kasus ini," kata Ari. "Kami berharap majelis hakim mempertimbangkan bukti-bukti yang telah kami sampaikan, termasuk LHP BPK, dan menyatakan dakwaan jaksa tidak terbukti," lanjutnya. Tom Lembong sendiri didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara dan denda atas tuduhan memperkaya orang lain atau korporasi dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
Dalam kesimpulannya, tim kuasa hukum Tom Lembong mengingatkan majelis hakim untuk mempertimbangkan bukti-bukti yang telah diajukan, termasuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang menyatakan tidak ada kerugian negara. Mereka berharap majelis hakim akan membatalkan dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.