Inovasi Ramah Lingkungan dalam Upacara Adat Bali: Metatah Tanpa Plastik di Gianyar
Sebuah upacara adat Bali yang menggabungkan tradisi dengan kepedulian lingkungan baru-baru ini digelar di Banjar Cemenggon, Gianyar. Wayan Muliartha, seorang penggiat lingkungan, menyelenggarakan upacara metatah (potong gigi) untuk kedua anaknya dengan konsep bebas plastik sekali pakai, menciptakan preseden baru dalam pelestarian budaya yang berkelanjutan.
Upacara yang dilaksanakan pada 5 Maret 2025 ini menampilkan berbagai inovasi ramah lingkungan:
- Penggunaan peralatan makan berbahan keramik dan kaca sebagai pengganti plastik
- Penyajian makanan tradisional Bali dalam format prasmanan
- Penggunaan kemasan reusable untuk jajanan tradisional
- Dekorasi berbahan organik yang ramah lingkungan
Muliartha, yang aktif di Forum Peduli Lingkungan Banjar Cemenggon, menjelaskan motivasi di balik konsep ini: "Ini adalah bentuk pembuktian bahwa tradisi dan lingkungan bisa berjalan beriringan. Kami ingin menunjukkan bahwa perubahan kecil dalam pelaksanaan upacara adat bisa memberikan dampak besar bagi lingkungan."
Prosesi metatah sendiri memiliki makna mendalam dalam budaya Hindu Bali, sebagai simbol pembersihan enam musuh dalam diri manusia (sad ripu) dan penanda transisi menuju kedewasaan. Inisiatif Muliartha ini tidak hanya mempertahankan nilai-nilai spiritual upacara, tetapi juga menambahkan dimensi baru berupa tanggung jawab ekologis.
Implementasi konsep ini menghadapi beberapa tantangan, termasuk perlu adanya sosialisasi intensif kepada keluarga dan tamu undangan. "Ada kekhawatiran tentang kerumitan dan risiko menggunakan peralatan makan non-plastik," akui Muliartha. "Tapi hasilnya membuktikan bahwa semua bisa berjalan lancar dengan persiapan yang matang."
Respons masyarakat terhadap inovasi ini beragam, mulai dari kekaguman hingga keraguan. Beberapa bahkan tertarik untuk mengadopsi konsep serupa di acara mereka sendiri. Yang menarik, acara ini juga memanfaatkan "teba modern" - pengembangan dari konsep tradisional pekarangan Bali yang difungsikan untuk pengelolaan sampah organik dan kebun rumah tangga.
Putri Muliartha, Celia, yang menjalani prosesi ini, membagikan pengalamannya: "Awalnya ada kekhawatiran dari teman-teman tentang penggunaan piring keramik, tapi semua berjalan baik. Ini membuktikan bahwa perubahan pola pikir memang mungkin."
Inisiatif ini tidak hanya mengurangi sampah plastik secara signifikan, tetapi juga menjadi contoh nyata bagaimana nilai-nilai tradisional dapat diadaptasi dengan kesadaran lingkungan kontemporer, menciptakan format baru dalam pelestarian budaya yang lebih berkelanjutan.