Kesenjangan Prestasi Pendidikan: Anak Laki-laki di Kawasan Kumuh Tertinggal dari Perempuan

Sebuah studi komprehensif yang dilakukan oleh para peneliti dari Monash University dan University of Melbourne mengungkap fenomena memprihatinkan dalam dunia pendidikan. Penelitian ini menemukan bahwa anak laki-laki yang tinggal di permukiman kumuh perkotaan di negara berkembang, termasuk Indonesia dan Fiji, secara signifikan tertinggal dalam pencapaian akademik dibandingkan rekan perempuan mereka.

Temuan utama penelitian ini menunjukkan:

  • Anak laki-laki menghabiskan waktu 3 jam lebih sedikit per minggu untuk kegiatan pendidikan dibanding anak perempuan
  • Kesenjangan ini terutama terlihat dalam alokasi waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan mengikuti pelajaran sekolah
  • Anak laki-laki cenderung menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain di luar rumah yang berpotensi membahayakan kesehatan
  • Perbedaan gender ini tidak terkait dengan waktu yang dihabiskan untuk bekerja berupah

Penelitian yang dipublikasikan dalam Review of Economics of the Household ini menganalisis data dari 1.400 anak usia 5-15 tahun di 24 lokasi permukiman informal. Metode pengumpulan data dilakukan melalui survei terhadap pengasuh utama, dengan fokus pada alokasi waktu harian anak-anak.

Dr. Michelle Escobar, salah satu peneliti utama, menjelaskan bahwa meskipun upaya mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan terus dilakukan, muncul tantangan baru berupa ketertinggalan akademik anak laki-laki. "Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara maju, tetapi mulai terlihat jelas di negara berpenghasilan rendah-menengah," ujarnya.

Associate Professor Nicole Black menambahkan bahwa lingkungan permukiman kumuh yang penuh risiko memperparah situasi ini. "Bermain di luar rumah di kawasan seperti ini meningkatkan paparan terhadap bahaya lingkungan dan kesehatan," jelas Black. Ia juga menekankan bahwa pola ini berpotensi menimbulkan konsekuensi jangka panjang berupa kesulitan mendapatkan pekerjaan dan kerentanan terhadap perilaku berisiko.

Penelitian ini merupakan bagian dari program RISE (Revitalising Informal Settlements and their Environments) yang bertujuan meningkatkan kondisi kehidupan di permukiman informal. Para peneliti merekomendasikan perlunya intervensi berbasis sekolah dan komunitas untuk membantu mengatasi kesenjangan ini, termasuk program pendampingan belajar dan penyadaran akan pentingnya pendidikan.