Kasus Korupsi Pertamina: Jaksa Agung Tunggu Hasil Investigasi Sebelum Tentukan Sanksi

Kasus Korupsi Pertamina: Jaksa Agung Tunggu Hasil Investigasi Sebelum Tentukan Sanksi

Kejaksaan Agung (Kejagung) masih enggan berspekulasi mengenai kemungkinan hukuman mati bagi sembilan tersangka kasus dugaan korupsi di tubuh PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa penetapan sanksi hukum akan bergantung sepenuhnya pada hasil investigasi yang menyeluruh dan mendalam.

"Proses hukum akan berjalan sesuai koridornya. Kami akan menunggu hasil penyidikan sebelum menentukan langkah selanjutnya, termasuk jenis dan beratnya hukuman yang akan dijatuhkan," ujar Burhanuddin saat ditemui di kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (6/3/2025). Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas pertanyaan publik terkait potensi hukuman mati, mengingat kasus korupsi tersebut terjadi selama periode pandemi Covid-19 (2020), yang secara potensial dapat memberatkan hukuman berdasarkan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Pasal tersebut memungkinkan hukuman mati bagi pelaku korupsi yang melakukan kejahatan saat negara dalam keadaan bahaya, bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana, atau dalam kondisi krisis ekonomi dan moneter. Meskipun pandemi Covid-19 termasuk dalam kriteria tersebut, Jaksa Agung menekankan perlunya penyelidikan menyeluruh untuk memastikan terpenuhinya unsur-unsur yang memberatkan dalam kasus ini.

"Tim penyidik akan mengevaluasi semua bukti dan keterangan saksi untuk memastikan apakah ada unsur-unsur yang memberatkan dalam kasus ini. Faktor pandemi akan menjadi salah satu pertimbangan, namun tetap harus dikaji secara komprehensif," jelas Burhanuddin. Ia menambahkan bahwa meskipun hukuman mati merupakan kemungkinan, hal tersebut masih bergantung pada hasil penyelidikan yang kredibel dan objektif.

Sembilan tersangka yang telah ditetapkan meliputi enam petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina, yaitu:

  • Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan
  • Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi
  • Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin
  • VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono
  • Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya
  • VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne

dan tiga broker, yaitu:

  • Muhammad Kerry Adrianto Riza (beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa)
  • Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim)
  • Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak)

Dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai angka fantastis, yakni Rp 193,7 triliun. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejagung berkomitmen untuk menangani kasus ini secara transparan dan akuntabel, memastikan proses hukum berjalan adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil penyelidikan yang komprehensif akan menjadi dasar utama dalam menentukan sanksi yang tepat bagi para tersangka.