Integritas Hakim Dipertanyakan: Kesejahteraan Bukan Jaminan Bebas Suap
Jakarta – Fenomena suap di kalangan hakim kembali mencuat ke permukaan, mempertanyakan efektivitas kenaikan gaji sebagai solusi pencegahan korupsi di lembaga peradilan. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menegaskan bahwa meskipun peningkatan kesejahteraan hakim penting untuk menciptakan independensi kekuasaan kehakiman, hal tersebut tidak serta-merta menjamin kebebasan dari praktik suap.
"Standar hidup layak adalah prasyarat dasar untuk membangun sistem peradilan yang merdeka, tetapi integritas moral tetap menjadi kunci utama," ujar Feri. Ia menambahkan bahwa seleksi hakim harus lebih ketat, tidak hanya berfokus pada kecerdasan intelektual, tetapi juga pada rekam jejak moral yang bersih.
Berikut beberapa poin kritis yang disorot dalam kasus ini: - Kesejahteraan vs Integritas: Peningkatan gaji hakim harus diimbangi dengan sistem seleksi yang ketat. - Kasus Terkini: Empat hakim ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap terkait putusan ekspor minyak sawit (CPO). - Modus Operandi: Salah satu hakim diduga menerima Rp60 miliar dan membagikan Rp22,5 miliar kepada rekan-rekannya.
Kasus ini bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri Surabaya juga tercoreng oleh dugaan suap yang melibatkan hakim. Feri menekankan bahwa negara wajib menjamin martabat profesi hakim, tetapi hal itu harus dibarengi dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.