Pemerintah dan DPR Didorong Percepat Pembahasan RUU Perampasan Aset

Jakarta – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masih belum menunjukkan progres yang signifikan. Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, mengungkapkan bahwa proses pengesahan RUU tersebut masih memerlukan kajian mendalam dari pemerintah dan legislatif. Meski demikian, Nasir menekankan pentingnya aparat penegak hukum untuk memanfaatkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) guna melacak aset koruptor selama RUU Perampasan Aset belum disahkan.

Nasir, yang juga merupakan politikus Partai Keadilan Sejahtera, menyatakan bahwa koruptor seringkali memiliki kemampuan tinggi dalam menyembunyikan aset hasil kejahatan. "Kemampuan aparat untuk melacak aliran dana korupsi, meskipun sudah melalui proses pencucian uang, sangat dibutuhkan," ujarnya. Ia menambahkan bahwa UU TPPU saat ini sudah cukup efektif dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi, meski belum sepenuhnya maksimal.

Berikut beberapa poin penting terkait RUU Perampasan Aset: - Prolegnas 2025-2029: RUU Perampasan Aset masuk dalam daftar 40 RUU yang diajukan pemerintah, menempati urutan kelima. - Kajian Mendalam: RUU ini belum menjadi prioritas karena memerlukan analisis menyeluruh terkait kesesuaiannya dengan sistem hukum Indonesia. - Mekanisme Penyitaan: Aset koruptor tidak serta-merta dapat dirampas negara tanpa melalui proses persidangan yang sah.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, menegaskan komitmen pemerintah untuk mengusulkan RUU ini dalam Prolegnas. Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menyatakan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset membutuhkan waktu lebih lama mengingat kompleksitasnya.