Sejarah Kelam di Balik Minimnya Tempat Sampah Umum di Jepang
Fenomena Minimnya Tempat Sampah di Jepang dan Akar Historisnya
Salah satu hal yang kerap mengundang tanya bagi wisatawan asing di Jepang adalah minimnya keberadaan tempat sampah di ruang publik, meskipun tingkat kebersihan di negara tersebut tetap terjaga dengan sangat baik. Ternyata, fenomena ini memiliki latar belakang sejarah yang cukup kelam, yakni terkait dengan peristiwa serangan gas sarin yang terjadi pada tahun 1995. Serangan yang dilakukan oleh sekte Aum Shinrikyo tersebut tidak hanya menewaskan 12 orang dan melukai lebih dari 1.000 korban, tetapi juga mengubah kebijakan publik terkait penyediaan tempat sampah di Jepang. Pasca peristiwa tersebut, pemerintah setempat memutuskan untuk menutup dan menghilangkan tempat sampah dari stasiun kereta serta berbagai ruang publik lainnya guna mencegah potensi ancaman teror serupa.
Kebangkitan Kembali Tempat Sampah di Era Modern
Seiring dengan pulihnya sektor pariwisata Jepang pasca pandemi Covid-19, pemerintah mulai memperkenalkan kembali tempat sampah sebagai bagian dari fasilitas publik. Langkah ini diambil untuk mengatasi masalah sampah yang kerap dibuang sembarangan oleh wisatawan, terutama di kawasan-kawasan wisata yang ramai. Salah satu inovasi yang diperkenalkan adalah tempat sampah pintar bernama SmaGO, yang dilengkapi dengan teknologi canggih seperti sensor pengisi sampah dan kemampuan memadatkan sampah secara otomatis. Tempat sampah ini juga terhubung dengan aplikasi smartphone untuk memudahkan pemantauan oleh petugas kebersihan. Meskipun awalnya mendapat penolakan, teknologi ini akhirnya diterima dan mulai dipasang di berbagai lokasi strategis seperti Osaka.
Budaya Kebersihan yang Tertanam Sejak Dini
Di balik minimnya tempat sampah umum, Jepang tetap mampu menjaga kebersihan lingkungannya berkat budaya kebersihan yang ditanamkan sejak dini. Nilai-nilai ini diajarkan melalui sistem pendidikan, di mana siswa dari tingkat dasar hingga menengah atas diwajibkan untuk membersihkan ruang kelas dan lingkungan sekolah mereka sendiri. Kebiasaan ini tidak hanya membentuk rasa tanggung jawab, tetapi juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan. Bahkan, budaya ini terus terbawa hingga ke kehidupan dewasa, di mana masyarakat Jepang cenderung enggan mengotori ruang publik karena menganggapnya sebagai bagian dari tanggung jawab bersama.
Aturan Ketat dan Sanksi Tegas
Pemerintah Jepang juga menerapkan aturan yang sangat ketat terkait pembuangan sampah, termasuk denda hingga 30.000 yen (sekitar Rp 3,4 juta) bagi yang kedapatan membuang sampah sembarangan. Selain itu, setiap daerah memiliki peraturan tersendiri mengenai pemilahan sampah dan jadwal pembuangannya, yang harus dipatuhi oleh seluruh warga. Untuk memudahkan wisatawan, beberapa kota seperti Kyoto bahkan menyediakan kantong sampah portabel yang dapat dibeli di berbagai lokasi wisata. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Jepang dalam menjaga kebersihan lingkungan meskipun dengan keterbatasan fasilitas tempat sampah umum.