Kebijakan Batas Sewa Rusunawa DKI Jakarta: Antara Solusi dan Dilema Warga
Jakarta – Norman (50), seorang petugas keamanan di kawasan Marunda, Jakarta Utara, mengungkapkan kegelisahannya menyusul rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membatasi masa sewa rusunawa maksimal 10 tahun. Norman, yang telah menempati Rusunawa Marunda sejak 2017, khawatir kebijakan ini akan mengancam stabilitas hidup keluarganya. "Dengan penghasilan Rp 3 juta per bulan, mustahil saya bisa menyewa rumah di luar rusunawa yang harganya mencapai Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta per bulan," ujarnya.
Kebijakan pembatasan sewa rusunawa ini digulirkan untuk memastikan akses yang lebih merata bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, para ahli dan pengamat kebijakan perkotaan mempertanyakan kesiapan implementasinya. Berikut poin-poin kritis yang mengemuka:
- Ketimpangan Ekonomi: Kenaikan harga properti di Jakarta mencapai 15-25% per tahun, sementara kenaikan penghasilan hanya 3-6,5%. Data ini menunjukkan kesenjangan yang sulit dijembatani dalam waktu 10 tahun.
- Tunggakan Sewa: Tunggakan pembayaran sewa rusunawa di Jakarta periode 2010-2024 mencapai Rp 95,5 miliar, mengindikasikan ketidakmampuan finansial sebagian besar penghuni.
- Alternatif Hunian: Pemprov DKI Jakarta belum menyediakan opsi hunian terjangkau bagi penghuni rusunawa yang akan terdampak kebijakan ini.
Respons Pemprov DKI Jakarta: - Meli Budiastuti (Sekretaris Dinas Perumahan DKI) menegaskan kebijakan ini bertujuan mencegah rusunawa dijadikan hunian permanen atau bahkan diwariskan. - Marullah Matali (Sekda DKI) meyakini 10 tahun cukup bagi penghuni untuk menabung, meski tidak disertai data pendukung konkret.
Kritik dari Pakar: - Marco Kusumawijaya (Ahli Tata Kota) menilai Pemprov DKI perlu basis data kuat sebelum menetapkan batas waktu 10 tahun. "Parameter seperti inflasi dan ketersediaan hunian alternatif harus dipertimbangkan," tegasnya. - Elisa Sutanudjaja (Rujak Center) menyoroti ketidaklogisan kebijakan ini mengingat harga rumah di Jakarta sudah tidak terjangkau bagi MBR.
Politik Lokal: Anggota DPRD DKI dari Komisi D, Yuke Yurike dan Wibi Andrino, mengingatkan agar kebijakan tidak terkesan mengusir warga miskin. "Ini pisau bermata dua: bisa memastikan pemerataan, tapi juga menciptakan ketidakpastian," kata Wibi.