Pemerintah Larang Pekerja Migran ke Tiga Negara Asia Tenggara
Solo, Jawa Tengah – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, mengumumkan target ambisius untuk menempatkan 425.000 tenaga kerja Indonesia di luar negeri pada tahun 2025. Target ini disampaikan dalam acara penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) bersama Pemerintah Kota Solo dan Universitas Sebelas Maret (UNS) di Gedung Tower UNS Solo, Senin (14/4/2025).
Karding mengungkapkan bahwa permintaan tenaga kerja dari luar negeri saat ini mencapai 1,7 juta orang, namun baru 297.000 yang berhasil dipenuhi. "Kami berkomitmen untuk meningkatkan angka ini menjadi 425.000 pada tahun depan," tegasnya. Negara dengan permintaan tertinggi antara lain Taiwan, Hongkong, dan Arab Saudi. Khusus untuk Arab Saudi, permintaan mencapai 650.000 tenaga kerja, meskipun kerja sama formal belum sepenuhnya terjalin.
Di sisi lain, Karding secara tegas melarang warga Indonesia bekerja di tiga negara Asia Tenggara, yaitu Kamboja, Myanmar, dan Thailand. Larangan ini disebabkan oleh tidak adanya perjanjian bilateral terkait penempatan tenaga kerja serta maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di ketiga negara tersebut. "Tanpa kerja sama resmi, risiko eksploitasi dan pelanggaran hak pekerja sangat tinggi," jelas Karding.
Berikut rincian alasan pelarangan: - Kamboja: Tidak ada perjanjian perlindungan pekerja migran. - Myanmar: Kondisi politik tidak stabil dan risiko keamanan tinggi. - Thailand: Banyak laporan TPPO yang melibatkan pekerja migran Indonesia.
Karding menegaskan bahwa pemerintah akan memperketat pengawasan dan sosialisasi kepada calon pekerja migran untuk menghindari negara-negara berisiko. "Kami ingin memastikan bahwa setiap tenaga kerja Indonesia mendapat perlindungan maksimal di luar negeri," pungkasnya.